Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Tanpa Pesona Victor Axelsen dan Kunlavut Vitidsarn

25 Januari 2023   07:20 Diperbarui: 25 Januari 2023   12:50 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mundurnya pemain bulu tangkis nomor satu dunia Victor Axelsen dan juara India Open 2023 Kunlavut Vitidsarn dari BWF Super 500 Indonesia Masters pekan ini, tentu saja mengurangi pesona turnamen berhadiah total AS $ 420.000 pada 24-29 Januari 2023 ini.

Akan tetapi absennya dua pemain terbaik dunia ini tentu saja membuka lebar peluang bagi empat wakil terbaik Indonesia Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Shesar Hiren Rhustavito dan Chico Aura Dwi Wardoyo untuk juara di turnamen kandang sendiri kali ini.

Kemenangan Kunlavut Vitidsarn (21 tahun)  di turnamen India Open pekan lalu atas pemain terbaik dunia, Victor Axelsen (29) yang jarang terkalahkan, tentu membuat publik bulu tangkis Indonesia makin penasaran. Bisakah pemain-pemain Indonesia kini mengalahkan mereka? Apalagi, di India Open Anthony Ginting pun menyerah lawan Vitidsarn...

Kunlavut Vitidsarn adalah contoh pemain yang menapaki jenjang juara dari  Kejuaraan Bulu Tangkis Yunior Dunia. Vitidsarn adalah juara yunior dunia tiga kali berturut-turut pada 2017, 2018 dan 2019. Suatu hal yang sudah lama tak dilakukan oleh pemain-pemain tunggal putra Indonesia. Padahal, pelopor digelarnya kejuaraan bulu tangkis yunior dunia adalah justru Indonesia.

Gregi dan Kristin Yunita

Di putri, Indonesia sebenarnya sudah pernah memiliki juara yunior dunia (2017) Gregoria Mariska Tunjung. Gregi muncul sebagai juara, 25 tahun setelah Kristin Yunita (1992) juara yunior dunia di Jakarta. Tetapi kemudian tak diikuti dengan prestasi terbaiknya di jenjang senior. Kejuaraan dunia yunior adalah barometer pemain calon-calon juara yang justru dipelopori penyelenggaraannya oleh Indonesia di masa Yustian Suhandinata di tahun 1980-an.

Menjadi kalender utama WBF sejak (1992), Kejuaraan Bulu Tangkis Yunior dunia melahirkan pemain-pemain top dunia seperti Victor Axelsen (2010), Kento Momota (2012), Chen Long (2007), Bao Chun Lai (2000), Sun Jun (1992).

Demikian pula jago-jago putri dunia, yang menapaki jenjang juara dari kejuaraan yunior dunia ini, seperti Akane Yamaguchi (2013, 2014). Yamaguchi bahkan meneruskan menjadi juara dunia senior pada (2021, 2022).

Kejuaraan Bulu Tangkis Yunior Dunia dipelopori oleh Justian Suhandinata, dengan menggelar turnamen invitasi yunior dunia Bimantara Tangkas pada 1987, 1989, 1990, 1991. Turnamen invitasi ini menghasilkan juara-juara yunior dunia yang kemudian berkibar di dunia, seperti Ardy B Wiranata (1987), Thomas Stuer-Lauridsen (1988), Heryanto Arbi (1989), Henry G Wiyadi (1990) dan Indra Wijaya (1991). Tetapi setelah diadopsi kejuaraan Bimantara ini menjadi Kejuaraan BWF Bulu Tangkis Yunior Dunia pada 1992, tak pernah satu kalipun pemain tunggal putra Indonesia tampil sebagai juara selama tiga puluh tahun!

Pembinaan Pemain Junior

Dari fakta di Kejuaraan Dunia Yunior ini terlihat jelas, bahwa memang selama tiga dekade terakhir ini Indonesia terbelakang dalam hal pembinaan pemain-pemain tunggal bulu tangkis yuniornya. Nyatanya, tak memunculkan juara-juara dunia yunior lagi di turnamen yang sebenarnya justru dulu dipelopori Indonesia.

Thailand justru berkembang di tunggal putra dan di tunggal putri. Sebelum Kunlavut Vitidsarn di tahun 2017, 2018, 2019, negeri Gajah Putih ini juga sudah melahirkan pemain putri juara yunior dunia Ratchanok Intanon (2009, 2010, 2011). Dua tahun kemudian, 2013, Ratchanok Intanon -- yang penggemar juara Olimpiade 1992 Susi Susanti ini -- malah juara dunia senior.

Sudah saatnya, Indonesia mulai berpaling untuk memunculkan pemain-pemain juara yunior dunia, sebelum tersapu dari percaturan senior di tahun-tahun mendatang. Lha wong mempelopori kejuaraan yunior dunia, kok malah melempem?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun