Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Drama di Ujung Gelar Juara Anthony Ginting

7 November 2022   17:17 Diperbarui: 8 November 2022   13:33 1847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anthony Ginting/sha/inews

Pengalaman terpahit pernah dialami Indonesia ketika dulu belum ada teknologi Hawk Eye seperti itu. Di Asian Games 1986 Seoul, Icuk Sugiarto pemain terbaik Indonesia saat itu, memaksa diri mogok main dan tak mau meneruskan pertandingan di perempat final perseorangan melawan andalan tuan rumah, Park Sung-Bae, gara-gara terus-menerus "dicurangi" hakim garis tuan rumah.

Saya melihat langsung pertarungan Icuk itu di Seoul bersama wartawan-wartawan Indonesia lain. Di depan mata banyak ofisial Indonesia, serta pengurus-pengurus KONI Pusat yang menonton pertandingan Icuk Sugiarto saat itu, hakim-hakim garis bulu tangkis Asian Games dari tuan rumah benar-benar nekad. 

Icuk sampai perlu berhenti main, setelah sebuah shuttle-cock Park Sung-Bae yang jelas-jelas jauh di belakang lapangan, kurang lebih hampir setengah meter, dinyatakan "in" oleh Hakim Garis. Para pendukung Indonesia pun meneriakkan "buuuuu...." keras sekali. Menderu. Tetapi toh Hakim Garis Korea bergeming.

"Saya nggak tahan lagi mas, sudah keterlaluan...," kata Icuk Sugiarto, ketika ditanya alasannya mogok bermain lawan Park Sung-Bae di nomor perseorangan perempat final ketika itu. Dan memang, bulu tangkis Indonesia di Asian Games 1986 waktu itu keok petok-petok lawan Korea Selatan, karena banyak dicurangi oleh Hakim Garis. 

Di kejuaraan beregu, Icuk dan kawan-kawan tumbang di semifinal lawan Korea Selatan, 2-3. Demikian juga di perseorangan. Andalan-andalan Indonesia waktu itu, Liem Swie King/Bobby Ertanto tumbang di semifinal. Juga andalan ganda putri Rosiana Tendean/Imelda Kurniawan, disingkirkan pasangan Korea Kim Yun-Ja/Sang Hee-yoo di semifinal. Diwarnai kecurangan.

Mau tak mau Indonesia waktu itu menelan pil pahit. Tradisi emas yang selalu dicatat cabang bulu tangkis di berbagai kejuaraan multi-event, baik regional Asia Tenggara maupun Asia, pun runtuh sudah. Coba waktu itu sudah ada penghakiman dengan cara Hawk Eye, atau replay rekaman komputer. Bulu Tangkis Indonesia tidak akan segagal itu di Asian Games 1986 Seoul... *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun