Ia jelas anak gedongan yang mungkin tampangnya mendekati anak-anak Citayam. Nyengungus gimana, gitu. Mungkin dititipkan agar tidak kampungan-kampungan amat tayangan iklan online itu.
Nyinyirisme
Belakangan Citayam Fashion Week memang ditimpa gejala nyinyirisme. Kecuali komentar Gubernur Bandung Ridwan Kamil yang "encouraging", membesarkan hati dan membela anak-anak jalanan ini agar bisa terus berekspresi menurut caranya.
Maka komen media mainstream saat ini umumnya memang mulai menyorot dengan pendekatan negatif, seperti ajaran jurnalistik mereka, "bad news is good news". Dari mulai naiknya kriminalitas gara-gara kehadiran Citayam Fashion Weeks, sampai merekam keluhan warga, dan juga "Citayam Fashion Week" yang konon kini dilarang aparat.
Padahal tidak demikian. Lihat saja, bapak-bapak Polisi yang menjaga di sekitar zebra cross itu tidak melarang mereka. Melainkan mengatur mereka agar tidak memacetkan jalan.
Dan agar mereka tidak tersambar lalu lintas di jalan. Jalan Tanjung Karang Dukuh Atas di samping kolong Jalan Sudirman itu memang tetap fungsional, untuk U-turn mobil motor dari Sudirman Dukuh Atas, berbalik arah melalui kolong jalan Tanjung Karang.
"Para pejalan kaki jangan bikin konten di zebra cross yaa.... Zebra cross itu untuk pejalan kaki," teriak megafon kendaraan polisi.Â
Kan bukan melarang? Nyatanya yang jalan kaki berfesyen di zebra cross itu tetap jalan. Yang dilarang itu, yang ambil gambar sembari mundur-mundur di zebra cross, mengarahkan ponsel mereka pada artis dadakan yang melenggang, sehingga membahayakan dirinya sendiri. Karena kendaraan yang lalu lalang di Jalan Tanjung Karang terus harus jalan.Â
Para fashionista dadakan ini bisa dihujani klakson, kalau masih ada yang mundur-mundur memotret pakai ponsel mereka, mengikuti lenggang lenggok para fashionista jalanan.
Nyinyirisme politik memang menggejala di media massa saat ini. Bahkan ketika menanggapi fenomena jalanan semacam ini. Terutama media mainstream, yang sering mencari sudut pandang "bad news, is good news".
Penyinyir politik ini pada mencari sisi pandang negatif dari ekspresi jalanan. Tidak seperti Ridwan Kamil, yang justru mendorong demokratisasi fesyen yang spontan ini, agar tidak dimanfaatkan nafsu monopoli bisnis seperti yang dilakukan sejumlah fashionista dan artis gedongan untuk mematenkan Citayam Fashion Week ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI). Fenomena yang spontan ini diperlakukan seolah trend milik nenek moyang mereka saja.