Di tritisan pinggir Dormitorium. Eh, kena sorot senter Romo Surveillant, yang curiga mendengar bunyi gemericik tidak pada tempatnya.
Gara-gara ketangkap basah, "ngithir di kegelapan" pinggiran dormit, maka sontak teman-teman pun memanggilku dengan julukan baru, Ngithir. Whaini. Karma Suster Kesot.
Kenakalan lain? Sering bergitar, memainkan lagu-lagu pop, yang tentu saja lumayan menyimpang di asrama, yang lebih banyak "Ora et Labora" (Berdoa, dan Berkarya).Â
Bekerja di kebun (kami sebutnya opera, alias pekerjaan), ngosek WC, atau bertukang. Lagi-lagi, pernah dipanggil Romo Tanto yang sabar melihat kenakalan-kenakalan teman-teman kami yang masih usia SMP ini.Â
Majalah-majalah musik yang saya selundupkan masuk ke asrama, seperti Pop Melodies, Discorina dan majalah-majalah penyanyi pop, disita Romo Tanto. Nanti kalau sudah mau liburan dan siap pulang kampung, majalah pun dikembalikan.
Tetapi suatu ketika, saya dipanggil Romo Tanto bukan karena kenakalan. Tetapi untuk mendengarkan musik, yang beliau bawa dari Belanda. "Aku punya musik untukmu...," kata Romo Tanto.Â
Beliau tunjukkan sebuah piringan hitam single, dari Led Zeppelin. Sebuah grup Rock Keras, dengan rekaman perdananya untuk album itu, Immigrant Song. Dan di baliknya, Tangerine. Wuaduh. Kaget setengah mati saya...
Meski setiap saat, di Mertoyudan kami diajar musik klasik, baik teori membaca not balok, sejarah musik sampai bermain untuk orkes (saya beruntung kebagian main instrumen biola), saya dan beberapa teman membandel, sesekali dan berkali-kali mendengarkan musik-musik rock, dan pop, dari lagu barat sampai lagu pop lokal, di zaman Titiek Sandhora, Anna Mathovani, Tetty Kadi, Koes Bersaudara, Panbers.Â
Pokoknya yang jadhoel-jadhoel. Musik Barat? Zamannya The Beatles, The Animals, The Marmalade, The Tremeloes. Banyak sekali baratnya...