Dalam pidato kemenangannya di Melbourne, (saya hanya menyaksikan melalui siaran langsung Bein Sport. Tahun 1991 saya pernah menonton langsung di Melbourne Park saat jaya-jayanya Monica Seles dan Steffi Graf), Ashleigh Barty mengaku bangga sebagai wanita pribumi dari Ngarigo. Dan merasa terhormat, ketika wanita pribumi pendahulunya Evonne Goolagong Cawley pun menyalami kemenangannya Sabtu petang itu.
Sempat Berhenti Tenis
Selama 44 tahun sejak kemenangan Chris O'Neil di Kooyong, praktis Australia seperti mengalami masa kekeringan, tanpa juara lagi di turnamen di kandang sendiri. Bahkan di putra, setelah kehebatan Rod Laver (1969), Ken Rosewall (1971, 1972), John Newcombe (1973, 1975), Mark Edmonson (1976), Australia yang dulu di tahun 1970-an dikenal sebagai gudangnya jago tenis, tiba-tiba surut.
Bahkan bintang-bintang tenis Australia setelah itu seperti, juara Wimbledon Pat Cash, ataupun Pat Rafter, Lleyton Hewitt, Sam Stosur boleh berjaya dan mampu meraih gelar juara tenis seri Grand Slam di belahan lain di dunia.Â
Namun mereka ini tak pernah mampu tampil sebagai juara di turnamen Grand Slam di kandang sendiri. Dari tahun ke tahun, gerutu masyarakat tenis Australia tak pernah henti menyesalkan, mengapa Australia gagal terus dan tak lagi melahirkan jago-jago tenis.
Menghadapi tekanan mental seperti ini, Ashleigh Barty yang pernah digadang-gadang  oleh publik Australia ketika ia berhasil tampil sebagai juara tenis Wimbledon Junior 2011, sempat merasa tak tahan tekanan. Ia berhenti bermain tenis pada 2014.Â
Setahun kemudian main di Liga Kriket Profesional Perempuan (WBBL) memperkuat Brisbane Heat. Dan di sela-sela jadwal padat liga kriket, Barty masih menyempatkan mengayun raket bersama pelatih tenis semasa yuniornya, Jim Joyce di West Brisbane Tennis Club. Karena ia merasa, bahwa suatu ketika ia pasti akan kembali bermain tenis. (Associated Press, 9 Juni 2019).
Barty mengaku, saat-saat bersama pemain-pemain profesional kriket, adalah saat-saat yang justru mengembalikan niat kuatnya untuk kembali meraih prestasinya di dunia tenis. Pergaulannya dengan pemain-pemain kriket kelas internasional Australia seperti Beth Mooney dan Jess Jonassen, sungguh justru  merupakan pengalaman berharga yang justru 'menyelamatkan' karir tenisnya.
Pelatihnya, Craig Tyzzer membenarkan, keputusan  Barty untuk berhenti sejenak bermain tenis pada 2014 merupakan keputusan yang benar. "Saya tidak yakin ia bisa bersaing di level atas, kalau saja ia tidak melakukannya," kata Tyzzer, "Itu justru keputusan terbaik yang pernah dia lakukan... menjauh sementara dari tenis," katanya. Saat itu, menurut Tyzzer, adalah saat Barty menilai kembali perjalanan hidupnya. Tiga tahun (Barty) absen adalah hal yang luar biasa, kata pelatih tenis itu pula.
Selain menemukan dorongan dan kepercayaan diri dari kalangan pemain-pemain terkemuka kriket internasional negerinya, Ashleigh Barty juga mendapat banyak dorongan pribadi dari petenis legendari asli pribumi Australia, Evonne Goolagong Cawley. Selain menjadi teman pribadinya, Evonne adalah juga mentor dan idolanya.
"Kami ada kejutan," kata pembawa acara Australia Open, yang juga mantan petenis top Australia Todd Woodbridge. Ada tamu spesial yang akan memberikan hadiah pialanya, kata Woodbridge.Â