Tetapi beberapa catatan tentang pusaka-pusaka Diponegoro, mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Tidak hanya bagi kita yang sebangsa dengan "Pangeran dari Gua Selarong" itu, akan tetapi juga bagi orang asing.Â
Keris Kiai Wreso Gemilar yang masuk dalam daftar Roeps, diperoleh Belanda dari tangan putri Diponegoro, Raden Ayu Mertonegoro saat ditangkap di Kulon Progo bersama ibunda Diponegoro, Raden Ayu Mangkorowati misalnya. Pusaka ini ditulis dalam catatan harian penangkapnya, Mayor Edouard Errenbault de Dudzeele.
"Saya hanya menyesali suatu hal yang memang dengan gampang bisa saya ambil, sebab itu adalah senjata -- suatu keris yang sangat bagus dengan sarung emas, yang dipakai putri beliau, istri Ali Basah Mertonegoro..," tulis sang mayor. Catatan harian sang mayor itu tertulis dalam bahasa Perancis. (Peter Carey, 2012:969).
Atau keris pusaka Diponegoro lainnya, yang disebut-sebut sebagai Kanjeng Kiai Naga Seluman. Keris ini, menurut penelusuran Peter Carey, sulit dilacak lagi keberadaannya. Namun pernah suatu ketika dibawa ke Eropa (oleh Gubenur Jendral Hindia Belanda 1808-1811, Herman Willem Daendels ) dan diserahkan kepada Raja Willem I Van Oranye (1813-1840).
Keris Kanjeng Kiai Naga Seluman itu kemudian disimpan di Kabinet Kerajaan untuk Barang Antik (Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden) di Den Haag, di mana pelukis muda asal Jawa Raden Saleh Syarif Bustaman diperintahkan untuk menyusun laporan keterangan tentang keris ini pada direktur lembaga ini, pada Januari 1831. (Kraus 2005:280).
Tentang kapan keris Kiai Naga Seluman ini didapat oleh pihak kolonial, ada dalam catatan ajudan militer Van den Bosch, Letda Justus Heinrich Knoerle. Jelas sekali catatan Knoerle.
"Sore ini (27 Mei 1830) pukul enam Diponegoro menyerahkan kepada saya sebilah keris yang mahal dan indah sambil mengatakan -- 'Lihat inilah pusaka ayah saya, yang sekarang menjadi sahabat Allah, keris ini telah menjadi pusaka selama bertahun-tahun. Ketika ayah saya Sultan Raja (Hamengku Buwana III) tanda ketaatan kepada Marsekal (Daendels) ia memberikan keris yang sama kepadanya. Marsekal mengembalikan keris ini karena ia tahu, keris itu adalah pusaka keramat dan bahwa ayah saya adalah sahabat sejati Belanda,'" demikian Knoerle mencatat.
Catatan lain tentang keris Diponegoro, menurut Peter Carey, juga ada di Babad Keraton (Ngayogyakarta). Diponegoro menurut Babad ini juga memiliki sebilah keris pusaka kraton, Kiai Wiso Bintulu (Racun aneka warna, diungkapkan melalui lambang dodot atau sarung Bima yang kotak-kotak hitam putih).
Akan tetapi, keris ini diminta oleh Ratu Ageng, ibu Hamengku Buwana IV pada sekitar Maret 1820 (Carey, 2012:970) karena ada rumor yang beredar tentang ramalan yang mengatakan, bahwa siapa yang memiliki keris Kiai Wiso Bintulu akan memerintah di Ngayogyakarta....
Ada lagi catatan lain tentang Pangeran Diponegoro dan kerisnya. Ada di Babad Diponegoro versi Surakarta. (Carey 1981: 108-9) yang memuat tentang keris Diponegoro yang dipergunakan dalam pertempuran di Tegalrejo Jogjakarta pada 20 Juli 1825.
IX Durma -- 19. Pangran sigra/ngunus curiga aglis. 20. Pedhang sudhut wasiyat saking kang rama/Kanjeng Sultan ping katri.... Catatan ini, menurut Peter Carey mengunjukkan bahwa keris itu memiliki bilah penusuk lurus, yang dilukiskan sebagai "pedang" dalam tembang di babad tersebut.