"She shooed me away," jelas siswa ini untuk menggambarkan mahluk halus itu tidak ingin ia berdiri mendekatinya. Siswa ini tetap merasa tenang berdiri di sekitar mahluk halus yang dilihatnya sambil menanti instruksi selanjutnya dari saya.
Saya memberikan instruksi ke siswa lainnya untuk mengajukan 1 pertanyaan kepada siswa pemilik indera keenam itu tentang deskripsi fisik dari mahluk halus yang ada di depan kelas. Siswa ini dengan cukup lancar menjelaskan sejumlah pertanyaan dari teman-temannya mengenai usia, gaun, desripsi rambut, serta pertanyaan lain mengenai deskripsi fisik mahluk halus tersebut.
"Usianya sekitar 30 tahunan, rambutnya panjang sebahu, gaunnya putih polos panjang hingga menutupi kakinya.....," demikian bagian deskripsi yang disampaikan siswa berindera keenam ini saat menjawab setiap pertanyaan dari teman-temannya dalam percakapan bahasa Inggris.
Saya sendiri sebenarnya sudah mengetahui deskripsi tentang mahluk halus ini dari beberapa karyawan dan petugas keamanan yang pernah melihatnya. Saat jawaban demi jawaban deskripsi mahluk halus itu disampaikan, saya mulai meyakini bahwa siswa ini memang memiliki indera keenam.
Setelah semua siswa mendapatkan giliran bertanya, tibalah giliran terakhir untuk saya bertanya. "Sekarang kamu deskripsikan rupa wajahnya!" pintaku kepada siswa itu. Di dalam hati, aku berkata siswa ini benar-benar punya indera keenam apabila dia dapat mendeskripsikannya sesuai gambaran yang sudah saya pernah dapatkan sebelumnya.
Siswa tersebut menoleh ke wajah mahluk tersebut dan sempat terdiam sejenak sebelum berkata kepadaku:"It's scary, sir." Siswa ini sempat terbelalak saat melihat wajah mahluk itu dan menyampaikan pesan kengerian yang dilihatnya. "Define the word scary," pintaku kepadanya untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kata scary.
"The blood is all over her face," jelasnya kepadaku dengan raut muka tegang. Segera saya yakin siswa ini memang memiliki indera keenam karena desripsi yang saya dapatkan dari beberapa orang yang pernah melihatnya adalah mahluk ini memiliki wajah yang tertutup oleh lumuran darah.
Tidak lama kemudian, saya meminta semua siswa di dalam kelas berdoa menurut agama masing-masing selama 2-3 menit. Saat saya mengatakan amin untuk mengakhiri doa bersama, siswa itu menimpalinya dengan berkata:"She's gone, sir." Siswa ini mengamini doa bersama itu dengan menyampaikan kabar mahluk halus itu sudah tidak ada di kelas.
Refleksi permasalahan
Peristiwa di atas memang terjadi 7 tahun lalu. Tetapi, ada 1 nilai berharga dan relevan hingga saat ini bahkan sampai masa mendatang. Doa menjadi jawaban dari permasalahan yang muncul dari kelas saya yang multikultural dan multireligius.
Hal terpenting yang perlu dicatat oleh bangsa Indonesia yang majemuk ini adalah ancaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah karena kita kadang tidak sadar bahwa kita dikenal sebagai negara beragama, tetapi justru menganggap agama bukan sebagai kepentingan utama.