Masyarakat setempat, selama ini membeli BBM dengan harga tinggi antara Rp. 8.000 -- 10.000 per liternya. Meski harganya mahal, masyarakat terpaksa membeli untuk keperluan transportasi darat, nelayan, perkebunan termasuk transportasi laut.
Jika ditinjau dari aspek ekonomi, melambungnya harga jual BBM jenis premium dan solar di tingkat pengecer akan berdampak pada produktivitas masyarakat yang aktivitasnya yang berkaitan langsung dengan ketersediaan stok BBM.
Contoh di Kabupaten Dompu. Komoditi lokal hasil daerah setempat seperti susu kuda liar, madu dan lainnya, harga jual di pasaran akan menjadi tinggi. Karena bahan bakar yang menjadi rangkaian dalam proses produksi dan distribusi sudah terlanjur mahal duluan.
Konsumen juga akan berpikir panjang untuk membeli produk yang dihasilkan pengusaha mikro karena dianggap tidak sesuai. Apalagi jika permintaan pasar tidak banyak. Tentu ini menjadi beban berat bagi pelaku usaha kecil. Ibarat kata, maju kena, mundur kena. Tidak ada pilihan bagi pelaku usaha.
Kehadiran program BBM Satu Harga dengan pembangunan lembaga penyalur di Kabupaten Dompu menjadi solusi dalam rangka menumbuhkan perekonomian masyarakat.Â
Singkatnya, dengan harga BBM murah dan mudah diakses, pelaku usaha kecil bisa menata kembali cash flow dan harga jual produk yang lebih kompetitif sehingga memperoleh respons positif pasar.
Tidak hanya sektor perdagangan. Penguatan ekonomi kerakyatan juga dapat ditingkatkan melalui program BBM Satu Harga di sektor perikanan. Provinsi NTB hingga saat ini masih kekurangan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBU-N). Di Kabupaten Dompu sendiri SPBU-Nelayan tidak ada.
Padahal, jumlah nelayan di provinsi NTB termasuk Dompu cukup banyak. Sementara profesi penangkap ikan tersebut tidak mendapat suplay bahan bakar yang proporsional.Â
Data BPS menunjukkan, jumlah nelayan pada kegiatan penangkapan ikan di laut pada sebanyak 66.057 orang. 3.422 orang diantaranya adalah nelayan Kabupaten Dompu.
Cerita nelayan di Kabupaten Dompu mungkin saja hampir serupa dengan keluhan nelayan di daerah lainnya. Rata-rata nelayan masih mengalami kesulitan membeli BBM bersubsidi di SPBU di wilayah mereka. Dalam situasi sulit, terpaksa mereka harus membeli dari pengecer dengan harga yang lebih mahal.