Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa Kita Melarang Perangkapan Jabatan?

28 Juli 2021   10:18 Diperbarui: 29 Juli 2021   00:02 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kisah Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Ari Kuncoro yang melakukan perangkapan jabatan sebagai Rektor UI dan Wakil Komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah memicu perebatan di masyarakat luas. 

Ternyata statuta UI dengan tugas melarang seorang rektor merangkap sebagai komisaris. Lebih menarik lagi bahwa sebelumnya BEM UI yang membuat tulisan mengkritik Presiden dipanggil rektorat pada hari Minggu. 

Dan lebih runyam lagi statuta UI yang melarang rektor merangkap jabatan komisaris tiba-tiba diubah sehingga memungkinkan rektor melakukan perangkapan jabatan. Walaupun kemudian dijelaskan bahwa perubahan statuta itu sudah diajukan tiga tahun sebelumnya, tidak mengurangi hangatnya perdebatan.

Bagaimana kita seharusnya melihatnya dan pelajaran apa yang bisa kita petik? Pertama kita harus kita lihat secara jernih bahwa yang kita persoalkan adalah perangkapan jabatan itu. Tidak perlu dikaitkan dengan upaya menjatuhkan seseorang, apalagi Presiden yang sudah melakukan banyak hal di negeri ini.

Di zaman Orde Baru praktik rangkap jabatan seperti itu sangat lazim dan itulah salah satu yang dikoreksi oleh gerakan reformasi. Dan sejak reformasi tahun 1997 banyak sekali kemajuan yang kita nikmati. Namun setelah kita nikmati, jangan lagi kita mundur. Kita sudah tahu bahwa perangkapan jabatan itu tidak baik, makanya sampai dibuat undang-undang yang melarangnya. Manfaatnya sangat banyak antara lain fokus pekerjaan menjadi lebih pasti kalau tidak merangkap-rangkap.

Hal penting juga yang menjadi pelajaran berharga bahwa penghargaan kepada seseorang yang berjasa di negeri ini tidak harus mengangkatnya sebagai komisaris. Menteri Luhut Panjaitan mengatakan banyak cara untuk membantu melakukan yang terbaik bagi negeri ini, tidak harus menjadi presiden. Jika dilanjutkan, pengabdian itu tidak harus dengan perangkapan jabatan. Bukan hanya menteri yang tidak boleh merangkap jabatan, tetapi jabatan lain juga agar semuanya terfokus untuk membangun negeri.

Yang kedua harus menghindari pemberian gaji yang terlalu tinggi untuk komisaris. Ini akan menjadi bom tersembunyi bagi generasi mendatang. Bahkan banyak komisaris yang mengaku bahwa penghasilannya benar-benar mencengangkan. Seandainya penghasilan komisaris ini dibuat setara dengan gaji menteri mungkin akan lebih baik. Atau penghasilan menteri juga perlu dibenahi. Sebaiknya sistem penggajian di negeri ini perlu dibenahi. Sewajarnya penghasilan Presiden dan Wakil Presidenlah yang tertinggi di negeri ini dan semua penghasilan atau gaji pejabat lainnya harus di bawahnya.

Semoga kita petik pelajaran berharga dari pelarangan  perangkapan jabatan ini untuk kemajuan bangsa dan negara dan tidak petlu diperlebar ke mana-mana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun