Negara Islandia dengan ibukotanya Rekyavik baru saja memperingati hilangnya gletser (lapisan besar es) atau "glacier Okjokull." Pada hal okjokull dulunya merupakan kumpulan bongkahan es besar yang mencapai 16 kilometer persegi. Tahun 2012 okjokull masih ada yang tersisa sekitar 0,7 kilometer persegi.
Gletser Okjokull dinyatakan mati tahun 2014 ketika dianggap tidak cukup tebal untuk bisa bergerak. Namun di tahun 2019 ini Gletser Okjokull tersebut dinyatakan hilang sama sekali.
Upacara peringatan kematian Gletser Okjokull yang berusia 700 tahun itu dibuat layaknya kematian seseorang pada tanggal 17 Agustus 2019. Perdana Menteri Islandia Katrin Jakobsdottir, Menteri Lingkungan Hidup Gudmundur Ingi Gudbrandsson dan mantan Perdana Menteri Irlandia yang juga mantan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Mary Robinson juga menghadairi upacara peringatan tersebut.
Setelah pidato pembukaan oleh Perdana Menteri Islandia Ibu Jakobsdottir, para rombongan perkabungan berjala ke arah utara kota Reykjavik untuk meletakkan pesan kepada masa depan yang dibacakan oleh pengarang Islandia Andri Snaer Magnason.
"A letter to the future
Ok is the first Icelandic glacier to lose its status as a glacier. In the next 200 years all our glaciers are expected to follow the same path.
This monument is to acknowledge that we know what is happeing and what needs to be done. Only you know if we did it. August 2019"
Dalam bahasa Indonesia pesan itu kira-kira berbunyi:
"Surat untuk masa depan
Ok adalah gletser Islandia pertama yang kehilangan statusnya sebagai gletser. Dalam 200 tahun ke depan semua gletser kita diharapkan akan mengikuti jalan yang sama.
Monumen ini untuk mengakui bahwa kita tahu apa yang terjadi dan apa yang perlu dilakukan. Hanya Anda yang tahu jika kita melakukannya.
Agustus 2019."
Ada yang berpendapat hilangnya okjokull itu akibat ulah manusia yang tidak bisa menjaganya. Namun ada pula yang beranggapan pemanasan global yang menyebabkan meningkatnya suhu bumi penyebab mencairnya lapisan es tersebut.
Bagaimana Kita di Indonesia?
Melihat kenyataan atas hilangnya bagian alam di Islandia itu, kita tidak boleh menganggap ringan dinyatakannya kota Jakarta sebagai kota dengan udara terkotor di dunia sejak tahun 2018.Â
Biasanya kota Beijing yang dianggap kota terkotor di dunia. Namun pemerintah Tiongkok mengambil tindakan berani walaupun tidak menyenangkan warganya yakni melarang penggunaan motor beroda dua di kota itu.
Pemasangan keramba dan penggunaan makanan ikan yang mengandung zat kimia di danau-danau Indonesia sering dianggap sebagai ancaman terhadap kelestarian danau tersebut.Â
Di pinggir danau Jenewa, Swiss terpampang dengan jelas informasi tentang berbagai danau di dunia yang dalam sudah hilang dan menjadi tanah kering karena ulah manusia.
 Itu menjadi peringatan bagi warga Swiss agar menjaga kelestarian danau Jenewa yang jauh lebih kecil dari pada danau Sentani di Papua, atau danau Maninjau di Sumatera Barat.Â
Namun di danau Jenewa tidak terlihat keramba atau penggunaaan zat kimia untuk makanan ikan di sana. Pada musim panas banyak orang yang mandi pakai baju renang di danau itu namun tidak menggunakan sabun atau shampoo untuk menjaga kelestarian danau yang indah tersebut.
Generasi millenial Indonesia kelihatannya makin sadar akan pentingnya memelihara lingkungan seperti kebiasaan anak muda yang tidak mau lagi menggunakan plastik karena dianggap akan menjadi sampah yang sulit dihilangkan.
Keindahan alam mulai dari tanah kita di Papua hingga Aceh suatu saat nanti bisa saja mengalami nasib yang sama seperti Okjokull di Islandia. Dan kalau itu terjadi maka bukan hanya orang Indonesia yang kehilangan tapi seluruh umat manusia di dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H