Langkah Gubernur NTT Menutup Pulalu Komodo 1 Tahun, Perlu Didukung
Rencana Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) yang ingin menutup kawasan Taman Nasional Komodo selama setahun guna melakukan penataan agar menjadi lebih baik, sehingga habitat komodo menjadi lebih berkembang, kiranya patut mendapat dukungan dari semua pihak.
Ketika rombongan dari Amerika Selatan yang difasilitasi Kementerian Luar Negeri dan Pemerintah NTT dan diterima Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi tanggal 31 Oktober 2018 mengunjungi pulau Komodo, kesan para pengunjung dari Amerika Selatan itu agak kurang menggembirakan.
Sebelum ke Pulau Komodo, mereka sudah mendapatkan informasi betapa mengagumkannya binatang yang dianggap satu-satunya peninggalan dinosaurus itu. Dengan diundang ke Pulau Komodo mereka berharap bisa melihat binatang itu puluhan bahkan ratusan ekor dan bisa dinikmati dengan melihat langsung di habitatnya.
Namun saat mereka tiba di pulau itu, mereka hanya bisa melihat dua ekor Komodo. Terbersit gagasan di pikiran para pengunjung dari Amerika Selatan itu seandainya Pulau Komodo dan Pulau Rinca serta pulau lain di sekitarnya yang terdapat komodo, ditata sebaik mungkin, bukan mustahil orang dari penjuru dunia akan datang berduyun-duyun untuk melihat binatang bersejarah itu. Dan jika itu diatur dengan baik, bukan tak mungkin itu dapat memperbaiki kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Mungkin itulah yang akan dilakukan oleh Pemerintah NTT saat ini dengan rencana menutup kawasan Taman Nasional Komodo selama setahun. Sesungguhnya waktu setahun itupun sebenarnya terlalu singkat jika ingin menata pulau itu dengan baik.
Dalam kaitan dengan rencana penutupan itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar langkah Gubernur NTT itu benar-benar berguna. Pertama, penutupan itu harus benar-benar tegas dilaksanakan.
Sebagai orang Indonesia yang sudah 73 tahun merdeka, kita sudah terbiasa bahwa walaupun sudah ditutup ada saja cara yang tidak benar yang bisa membawa orang masuk ke kawasan itu secara diam-diam atau dengan cara yang tidak sah.
Hal ini harus benar-benar dihindari. Pihak kepolisian harus dilibatkan dan seluruh lapisan masyarakat harus diikutsertakan untuk mendukung penutupan itu.
Yang kedua, agar tidak mengecewakan masyarakat internasional, perlu segera memberitahukannya kepada masyarat dunia tentang rencana penutupan itu.
Bila perlu dengan melibatkan seluruh perwakilan Indonesia di luar negeri, dan memberitahukannya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan internasional lainnya. Sesungguhnya cara ini lazim dilakukan di berbagai negara demi perbaikan atau penataan yang lebih baik.
Yang ketiga penataan kawasan Taman Nasional Komodo harus menjadi program nasional, bukan hanya provinsi NTT. Jika memungkinkan, bisa juga dengan melibatkan pihak internasional seperti ketika merenovasi Candi Borobudur beberapa waktu yang lalu.
Ada beberapa hal yang mungkin perlu dilakukan selama penutupan ini. Misalnya membangun tempat bagi pengunjung yang ditutupi kaca “rayban” sehingga para komodo tanpa terganggu karena tidak melihat para pengunjung yang berada di ruang tertutup.
Kemudian provinsi NTT bisa bekerja sama dengan pengusaha untuk membuat restoran besar di mana para pengunjung bisa minum atau makan di sana.
Membiarkan provinsi NTT saja melakukan penataan, apalagi hanya dalam kurun waktu setahun, tidak akan memberikan dampak besar. Provinsi NTT harus mendapatkan dukungan penuh dari semua kalangan.
Semoga nantinya kawasan Taman Nasional Komodo menjadi salah satu daya tarik yang selalu menyenangkan pengunjung karena bisa menikmati kehidupan binatang langka, Komodo, yang hanya ada di Indonesia itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI