Pernyataan calon presiden 2019-2024 Prabowo Subianto yang menyebut gaji dokter masih di bawah gaji tukang parkir awalnya mengejutkan kita karena untuk menjadi tukang parkir ada anggapan tidak perlu pendidikan tinggi sementara untuk menjadi dokter minimal harus mengecam pendidikan di perguruan tinggi.
Namun tanggapan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr Daeng M Faqih SH, MH, terhadap pernyataan Prabowo itu justeru lebih mengejutkan karena mengatakan kebanyakan gaji dokter di Indonesia di bawah Rp 3 juta.Â
Itu sangat bertentangan dengan pandangan masyarakat, terutama di kota-kota besar bahwa dokter itu penghasilannya sangat besar. Apalagi di kota besar seperti Jakarta sering dokter menampilkan jubah putihnya di dalam mobilnya dan tinggal di rumah bagus dan biasanya bayaran untuk dokter tidak murah.
Ketua Umum IDI, yang juga seorang dokter, Faqih, mengatakan bahwa mayoritas dokter umum yang masih praktek berada pada golongan III. Para dokter ini, disebut paling banyak bekerja dengan pengalaman di bawah 5 dan 10 tahun. Merekalah yang mendapatkan gaji di bawah Rp 3 juta itu.
Apa yang harus kita lakukan menghadapi kedua pernyataan itu? Meninjau ulang sistem penggajian di negeri berpenduduk 260 juta jiwa yang 31 (tiga puluh satu) tahun lagi yakni tahun 2050 diramalkan lembaga internasional terkemuka Price Waterhouse Coopers akan menjadi kekuatan ekonomi dunia nomor 4 setelah Tiongkok, Amerika Serikat dan India.Â
Baik harapan Prabowo maupun Ketua Umum IDI, serta seluruh rakyat tentunya agar penggajian dokter ditinjau dan diperbaiki sesuai kemampuan keuangan negara. Meninjau penggajian dokter saja tidak akan menjawab persoalan yang ada. Harus meninjau semua sistem penggajian yang ada. Salah satu upaya nyata untuk mencegah menularnya wabah korupsi adalah meninjau system penggajian di Indonesia karena sangat tidak adil.
Salah satu akar persoalan penting dalam penanggulangan masalah korupsi dan harus diselesaikan segera adalah sistim pemberian upah atau gaji yang tidak adil, baik di pemerintahan maupun di swasta. Namun perlu kita ingat bahwa sistem penggajian pekerja, baik swasta dan pemerintahan ini, bukan saat ini saja baru terjadi. Itu sudah sejak lama terjadi, sejak presiden Soeharto berkuasa sudah terjadi.Â
Sistem penggajian di Indonesia harus diakui masih sangat buruk dan sangat mendukung terjadinya praktek korupsi, baik di swasta maupun di pemerintahan. Karena belum ada aturan, penggajian pegawai swasta di Indonesia masih sangat rendah dan tidak layak, walaupun ada juga yang sangat besar.Â
Masih segar dalam ingatan kita kasus buruh "Marsinah" di Sidoardjo yang ingin memperjuangkan nasib pekerja swasta. Walaupun "Marsinah" akhirnya harus gugur, tapi nasib buruh di Indonesia mendapatkan perhatian yang lebih baik.Â
Namun hampir semua perusahaan menganggap dirinya sudah sangat baik karena masih mau mempekerjakan orang; walaupun sesungguhnya gaji mereka sangat rendah. Peraturan tentang penetapan upah minimum regional (UMR) ternyata hanya diterapkan oleh perusahaan yang baik. Namun banyak sekali perusahaan yang membayar pekerjanya di bawah itu seperti pabrik dan restoran.
Penggajian pekerja publik dan swasta harus dibuat adil dan wajar. Demikian juga halnya dengan pegawai pemerintahan. Walaupun aturannya sudah ada, tetapi aturan itu memang menunjukkan bahwa sistem penggajian pegawai pemerintah belum kondusif untuk mencegah pegawai melakukan tindakan korupsi.
Rata-rata gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia hanya Rp.2,6 juta/bulan. Gaji pegawai pemerintah di Indonesia sudah berkali-kali diperbaiki dan terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 30 Tahun 2015 Â di mana disebutkan gaji tertinggi pegawai (golongan IVe dan masa kerja paling lama) hanya Rp. Rp. 5.392.200; kurang dari sepuluh persen dari gaji rata-rata pegawai pemerintah di negara maju. Kalau seorang pegawai sudah mencapai golongan tertinggi (IVe) namun masa kerjanya 32 tahun, gajinya Rp. 5.392.200. Sementara pegawai terendah (golongan Ia) yang baru masuk mendapatkan gaji bulanan sebesar Rp. 1.486.500.Â
Lulusan SMA dengan golonan IIa gajinya Rp. 1.926.000. Sarjana yang baru lulus dengan golongan IIIa, termasuk dokter, menerima gaji pokok Rp 2.456.700. Namun itu sesungguhnya sudah dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan kemampuan keuangan negara. Tetapi seandainya dibahas secara terbuka dengan melibatkan seluruh yang berkepentingan, pasti hasilnya lebih baik.
Daftar ini merupakan gaji pokok yang diterima oleh PNS tiap bulannya. Selain gaji pokok, PNS juga berhak atas tunjangan seperti tunjangan fungsional, tunjangan jabatan bahkan tunjangan kinerja. Tunjangan-tunjangan ini nilainya melebihi gaji pokok.Â
Pejabat eselon satu dengan tunjangan jabatan dan tunjangan kinerja saat ini mendapatkan penghasilan sekitar Rp 50 juta dan eselon dua sekitar Rp 30 juta. Ini sudah cukup baik.Â
Namun harus diakui masih ada diskriminasi penggajian di kalangan PNS; ada yang tunjangan kinerjanya sampai 100% seperti Kementerian Keuangan dan Sekretariat Negara, tapi ada yang di bawah 100%. Ini harus ditinjau secara menyeluruh.
Di negara maju penggajian pekerja sudah lebih baik. Di Jepang misalnya gaji pegawai swasta dan pegawai pemerintah kurang lebh sama sekitar Rp 50 juta/bulan. Kadang-kadang gaji pemerintah lebih tinggi sedikit tapi kadang-kadang gaji pegawai swasta lebih tinggi, namun kurang lebih sama. Akibatnya pegawai swasta tidak akan memandang rendah pegawai pemerintah dan pegawai pemerintah tidak akan memandang rendah pegawai swasta.
Jika Prabowo ingin menjadikan peninjuan penggajian swasta dan pemerintah ini sebagai salah satu prioritasnya, maka bukan mustahil itu menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Namun jika Pemerintahan Jokowi, terutama para pejabat di Kementerian Keuangan, juga bersedia meninjau sistem penggajian ini segera agar tidak ada diskriminasi seperti saat ini, itu juga akan baik untuk negeri ini. Tentu saja pengaturan gaji pekerja baik swasta dan pemerintah ini harus disesuaikan dengan kemampuan. Jika perusahaan tidak mampu membayar, maka perusahaan bisa bermasalah jika harus memaksakan membayar tinggi. Demikian juga pemerintah bisa mengalami masalah jika mengatakan gaji pegawanya akan dinaikkan padahal kemampuan negara tidak memungkinkan.
Pernahkah kita tahu berapa gaji pimpinan BUMN seperti bank dan komisaris perusahaan seperti PT Freeport? Lebih baik tidak tahu, nanti para dokter yang bergaji di bawah Rp 3 juta itu bisa sakit hati dan percaya atau tidak lebih besar dari gaji presiden. Itu makanya sangat mendesak untuk meninjau sistem penggajian seluruh pekerja di Indonesia. Tidak boleh menggunakan warisan penjajah. Pernah muncul pemikiran yang meyeluruh di mana yang paling tinggi presiden barulah di bawahnya pejabat lainnya.
Kalau sistem penggajian ini bisa dibenahi, bukan saja penting dalam rangka pemilu saat ini tapi juga untuk masa depan Indonesia, terutama kaum muda dan generasi mendatang agar tidak perlu lagi mengalami hal seperti saat ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H