Korupsi di zaman Jokowi bukan makin marak, tapi makin keras ditindak sesuai ketentuan hukum!
Ketika para putra-putri Indonesisa memperjuangkan kemerdekaan mungkin mereka tidak tahu bahwa Indonesia akan menjadi seperti sekarang ini.
Bung Karno memerintah dari awal kemerdekaan hingga digantikan Pak Harto tahun 1965.
Awalnya Bung Karno dielu-elukan sebagai proklamator bangsa. Namun di akhir pemerintahannya mahasiswa memintanya mundur karena dianggap terlalu berfoya-foya dengan kehidupan wanitanya. Bung Karno meninggal dalam keadaan tidak menggembirakan karena dibuat oleh pemerintahan Soeharto.
Pak Harto kemudian memerintah selama 32 tahun dari tahun 1965 hingga tahun 1997. Awalnya Pak Harto juga dielu-elukan karena dianggap berhasul menuntas Partai Komunis Indoensai (PKI) yang membunuh tujuh jenderal TNI.
Namun di akhir masa jabatannya Pak Harto dipaksa turun oleh mahasiswa karena maraknya korupsi, terutama sikap anak-anaknya yang sangat menikmati bisnis dengan berbagai fasilitas. Pertamina hanya dianggap sebagai sapi perahan.
Lalu muncul era reformasi sejak tahun 1998. Diawali oleh Presiden BJ Habibie lalu dilanjutkan oleh Gus Dur, Ibu Mega, Pak SBY dan kini Pak Jokowi. BJ Habibie dikenal telah menyiapkan demokrasi yang sesungguhnya berasal dari dunia Barat.
Demokrasi itu berhasil membuat pemilu yang berbeda dengan di zaman Orde Baru di mana rakyat sudah diatur agar memilih Golkar. Walaupun di zaman itu ada PDI dan PPP namun sudah "dijatah" mendapat berapa suara.
Demokrasi di era reformasi berhasil menetapkan Gus Dur yang tidak punya latar belakang menjadi presiden. Namun di tengah kekuasaannya Gus Dur diberhentikan (diimpeach) oleh MPR.
Maka Wapresnya Ibu Mega menjadi presiden hingga ahir masa jabatan Gus Dur yang diberhentikan itu. Lalu muncul Jenderal (purn) Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebelumnya Menteri di zaman bu Mega sebagai presiden sebanyak dua periode.
Kini Indonesia dipimpin oleh Presiden Jokowi, orang sederhana dan sangat merakyat seperti pemimpin yang diharapkan termasuk oleh dunia Barat.
Di tahun 2018 ini Indonesia memiliki 34 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota dan masing-masing pimpinannya dipilih langsung oleh rakyat. Walaupun secara umum sistem ini jauh lebih baik dibandingkan dengan era sebelumnya, namun bukan tanpa cacat.
Omongan cerdas dan penampilan menawan para calon kepala daerah selama kampanye sering bertentangan setelah menjadi penguasa. Akibatnya sejak era reformasi hingga Oktober 2018 terdapat 434 kepala daerah yang terkena kasus korupsi.
Bagaimana kita melihatnya? Apakah korupsi makin marak di era reformasi dibandingkan di era sebelumnya? Jawabannya pasti tidak! Banyaknya kasus korupsi di era reformasi ini menunjukkan hukum sudah diterapkan dan penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sudah bekerja optimal.
Walau para koruptor itu sudah begitu cerdik melakukan kegiatannya, bahkan menggunakan kode atau sandi yang tidak mudah dimengerti, namun dengan kecanggihan aparat KPK maka tindakan korupsi itu bisa diendus dan diproses menurut hukum yang berlaku.
Tentu saja para pejuang kemerdekaan zaman dulu tidak pernah membayangkan bahwa para kepala daerah itu akan tega mencuri atau menyalahgunakan uang rakyat yang kemerdekaannya diperjuangkan dengan darah dan nyawa.
Apapun pilihan kita, apapun latar belakang kita, apapun agama kita, apapun partai kita, kita tidak boleh lupa perjuangan kemerdekaan itu. Kita juga harus berani mengakui keberhasilan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sejak dia dilantik menjadi presiden tahun 2014, bahkan saat gubernur DKI dan wali kota Solo pun dia sudah menunjukkan kepemimpinan yang berbeda yakni sederhana, jujur dan berani mengambil kebijakan yang tidak populer demi kepentingan negara, bangsa dan rakyat Indonesia.
Kebijakan yang paling menyentuh adalah keberaniannya menyamakan harga bahan bakar di Papua dan wilayah Indonesia lainnya. Tentunya kritikan dari pihak yang tidak setuju dengan Jokowi juga mungkin ada yang baik untuk diperhatikan demi Indonesia yang makin baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI