Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tsunami, Kisah Tiga Mahasiswa dan Profesor Itu

1 Oktober 2018   09:06 Diperbarui: 3 Oktober 2018   05:32 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akibat tsunami yang dahsyat di Palu, Jumat, 28 September 2018 (dok.pribadi).

Hari Jumat, 28 September 2018 berita di media sosial meneruskan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofiksa (BMKG) bahwa pukul 17,02, 44 telah terjadi gempa dengan 7,7 SR di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah dengan kedalaman 10 km. Walaupun gempanya cukup besar, namun saat itu kita berharap agar tidak terjadi korban besar.

Namun hingga tanggal 1 Oktober 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan korban tewas telah lebih dari 800 orang dan masih banyak yang belum ditemukan.  

Kejadian ini mengingatkan kisah gempa dengan kekuatan 9 SR dan tsunami setinggi 11 meter yang terjadi di Tohoku, Miyagi, Jepang tanggal 11 Maret 2011 yang menyebabkan korban tewas 15.269 orang. Peristiwa itu dirasakan termasuk di kota Tokyo, Jepang.

Mengapa perlu dikaitkan dengan gempa dan tsunami di Palu tahun 2018 ini? Sudah banyak yang mengatakan bahwa rakyat Indonesia yang berjumlah 263 juta itu sesungguhnya secara alami hidup di daerah yang rawan gempa. Oleh karena itu masyarakat perlu menyiapkan diri sebaik mungkin jika terjadi gempa atau tsunami.

Tahun 2011 tiga mahasiswa Indonesia yang belum lama diterima di universitas Jepang di Tokyo, dan sebagaimana biasanya para murid dan mahasiswa sangat hormat kepada guru dan dosennya di Jepang.

Beberapa hari setelah tsunami, tiga orang mahasiswa Indonesia itu mengingat profesornya yang tidak bisa keluar apartemen dan tidak ada makanan. Dengan niat membantu, ketiga mahasiswa itu mengambil makanan dan minuman dari sebuah toko/supermarket yang terbuka dan tidak ada penjaganya.

Ketiga mahasiswa itu dengan senang lalu pergi ke apartemen sang profesor dengan harapan profesor itu akan senang menerima bantuan dimaksud.

"Dari mana kalian mendapatkan ini?" tanya sang profesor. Ketiga mahasiswa Indonesia itu menjelaskan bahwa mereka mengambilnya dari sebuah toko yang terbuka dan tidak ada penjaganya.

"Apakah ada pemberitahuan bahwa kalian diizinkan untuk mengambilnya?" tanya sang profesor. Para mahasiswa itu mengatakan tidak ada, namun karena ini situasi darurat dan tokonya terbuka maka mereka anggap wajar untuk mengambil makanan dan minuman seadanya untuk membantu orang lain.

"Kembalikan!" kata profesor Jepang yang kelaparan itu berang. Ketiga mahasiswa Indonesia terkaget-kaget luar biasa karena di Indonesia hal seperti itu wajar dilakukan. Sambil menggerutu ketiga mahasiswa itu mengembalikan barang-barang yang diambil dari toko itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun