Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Nyata yang Masih Berjalan

5 Maret 2018   13:29 Diperbarui: 5 Maret 2018   13:42 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
motherandbaby.co.id

Kisah nyata ini sengaja disamarkan nama di dalamnya dan dicoba untuk memodifikasi sedikit demi melindungi orang-orang yang ada di dalamnya, dan ada pelajaran berharga bagi kita semua.

Wanita pekerja sosial itu seperti biasanya mengunjungi rumah sakit di ibu kota untuk menolong orang sakit, terutama yang tidak punya keluarga atau handai tolan. 

Namun betapa terkejutnya dia di suatu pagi mendengar informasi dari seorang perawat yang menjelaskan bahwa ada bayi mungil yang baru lahir, tapi langsung ditinggal kabur oleh ibunya. Kalau melihat kondisi bayi yang masih belum dibersihkan itu ibunya pasti belum jauh dari tempat itu. Namun setelah dicari dengan bantuan satuan pengamanan dan polisi Ibu itu tidak diketemukan.

Tanpa berpikir panjang, wanita pekerja sosial itu meminta rumah sakit untuk merawat bayi itu dan nanti dia nanti yang akan bertanggungjawab untuk mengurusnya. 

Beberapa minggu kemudian pihak rumah sakit memberitahu bahwa bayi itu sudah boleh dibawa keluar. Namun betapa terkejutnya wanita pekerja sosial itu karena ternyata biaya yang harus dibayar sangat besar untuk ukuran dia yang tinggal di daerah kumuh itu. Setelah meminta pertolongan banyak temannya maka terkumpullah biaya yang diperlukan dan bayi itu dibawa ke rumahnya yang sangat sederhana.

Wanita pekerja sosial itu merawat dan membesarkan anak itu sama seperti anaknya sendiri. Suatu saat ibu si anak itu pernah datang ketika si anak masih berusia empat bulan dan dengan terus terang mengakui bahwa dia berprofesi sebagai wanita yang menjajakan dirinya dan tidak tahu siapa ayah anak itu karena banyaknya pria yang berhubungan dengannya. 

Beberapa bulan kemudian, wanita pekerja sosial itu datang ke tempat ibu si anak seperti yang diceriterakannya, namun tidak lama sebelumnya dia sudah meninggal kemungkinan karena pembunuhan.

Wanita pekerja sosial itu tetap memelihara anak itu. Saat si anak sudah berusia sekolah, dia dimasukkan ke sekolah informal di daerah kumuh itu dan si anak diajarkan untuk menghargai semua orang, kaya atau miskin, pria atau wanita, apapun agama dan kepercayaannya. 

Ternyata si anak punya bakat olah raga dan musik yang luar biasa dan di sekolahpun prestasinya sangat baik. Karena kepiawainya dia kini sudah sering tampil di tempat orang banyak. 

Kemudian salah seorang guru di sekolahnya bertanya kepada wanita pekerja sosial itu siapa nama ayah anak itu demi melengkapi dokumen si anak. 

Karena sudah saling kenal, wanita pekerja sosial itumenjelaskan latar belakang anak itu. Untuk itu guru yang baik hati menyarankan agar si ibu ke pengadilan untuk menetapkan bahwa dia merupakan  orang tu si anak itu. Itu perlu demi masa depan si anak, demikian pendapat sang guru.        

Setelah beberapa kali menghbungi pengadilan, maka pengadilan menjelaskan bahwa memang itu bisa dilakukan. Namun si anak yang sudah duduk di kelas X itu harus dibawa ke pengadilan.

Wanita pekerja sosial itu ibarat disambar petir di siang bolong sadar bahwa si anak tidak pernah tahu bahwa dia bukan ibundanya yang sesungguhnya dan kisah si anakpun tidak pernah diketahui sang anak. Wanita itu berkali-kali berdoa, bahkan di tengah malam, serta berpuasa memohon pertolongan Tuhan untuk menghadapi keadaan itu.

Setelah berdikusi dengan guru sekolah dan pihak pengadilan, memang si anak perlu mengetahui kisah hidupnya yang sebenarnya. 

Dengan pertimbangan yang berat dan siap menerima resiko, maka wanita itu membawa si anak ke pengadilan agar dia bisa ditetapkan sebagai orang tuanya. 

Si anak sama terkejutnya bahwa ibu yang selama ini dipanggilnya dengan "mama" ternyata bukan ibu kandungnya. Rasanya dia ingin keluar dari bumi ini. Saat ibu asuhnya menjelaskan kisahnya dan ibu kandungnya sudah meninggal, dan tidak tahu siapa ayahnya, sepertinya dia lebih baik mati saja. 

Namun wanita yang merupakan ibu asuh dan gurunya meyakinkan dia bahwa bakat, kemampuan, dan kecerdasannya sudah bisa membuatnya menjadi manusia yang lebih baik.

Awalnya anak itu tidak bisa menerimanya, namun perlahan si anak sudah mulai bersemangat belajar dan berlatih. Walaupun dia berharap jangan sampai ada orang yang menanyakan ayahnya. Ibunya yang mengasuhnya sudah dia anggap sebagai ibu kandungnya namun ayahnya dia belum bisa menemukan jawabnya.

Semoga anak ini kelak berhasil dalam hidupnya dan jangan ada lagi insan yang tega membiarkan kisah pilu seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun