Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengungkap keterlibatan Setya Novanto yang nota bene Ketua Dewan Perwakilan Republik Indonesia (DPR RI) dalam kasus korupsi perbaikan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) di tahun 2017 merupakan catatan tersendiri dalam sejarah pemberantasan korupsi di negeri ini.
Masyarakat Indonesia kini jadi paham bahwa korupsi tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah atau eksekutif. Dalam proyek E-KTP nilai proyeknya sengaja dinaikkan (mark up) hingga triliunan rupiah untuk bisa dibagi-bagi Menteri Dalam Negeri dan pejabat di bawahnya dan juga para anggota DPR agar dapat menyetujui proyek itu. Ternyata eksekutif bisa berkolusi dengan legislatif.
Bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 29 September 2017 memutuskan bahwa penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi E-KTP tidak sah, itu soal lain. Memang Setya Novanto sudah dikenal masyarakat memiliki kelihaian luar biasa. Berkali-kali mau dijerat tapi selalu lolos.
Pelajaran yang bisa dipetik yakni dalam rangka penanganan hukum seperti penyidikan, penyelidikan, penangkapan, penetapan tersangka, penahanan, penuntutan, pemutusan perkara semuanya perlu lebih hati-hati dan bekerja keras, apalagi kalau menyangkut tokoh besar seperti Setya Novanto.
Para politisi, terutama para anggota DPR, menteri dan kepala daerah tidak perlu merasa "lebih bebas" melakukan korupsi saat ini karena ternyata masih bisa lolos seperti yang dialami Setya Novanto. Justeru sebaliknya, Ketua DPR pun ternyata tidak kebal dari pemberantasan korupsi. Untuk itu lebih baik berhati-hati dan menghindari diri dari perbuatan yang mengiris hati nurani rakyat kecil itu.
Para pengacara Indonesia hendaklah tidak berbanggahati bisa meloloskan para koruptor dari jerat hukum, justeru berupayalah menjadi pembela berhati nurani yang tidak rela menerima honor pengacara dari uang rakyat yang disalahgunakan agar pengacara Indonesia mampu berkiprah di dunia internasional.
Para mahasiswa Fakultas Hukum di seluruh Indonesia janganlah bercita-cita menjadi pengacara yang kaya materi, tapi bercita-citalah menjadi insan hukum yang berhati nurani seperti Yap Thiam Hien, Baharuddin Lopa, Bismar Siregar, Trimoelja D. Soerjadi, Hoegeng Imam Santoso, Todung Mulya Lubis, dll.
KPK jangan berkecil hati karena pengadilan hanya menyatakan prosedur penetapan tersangka Setya Novanto saja yang dianggap tidak sah. Namun mengenai perbuatan korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah itu tidak dipersalahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H