Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi Ahok Memang Beda!

18 Februari 2017   06:32 Diperbarui: 24 Februari 2017   12:00 1796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jokowi mulai mengubah atau melakukan “revolusi mental” bahwa sikap-sikap lama yang merupakan warisan penjajah harus ditinggalkan. Sikap rendah hati, walaupun sudah menjadi presiden, sangat nyata terlihat.

Apakah itu pencitraan? Jokowi memulai sikap rendah hati sudah sejak lama. Saat menjadi wali kota Solo, dia sudah mengubah “kepriayian” itu menjadi orang biasa saja. Demikian juga saat dia menjadi gubenrur DKI, kunjungan ke masyarakat atau “blusukan” malah menjadi kesehariannya.

Kini dengan menjadi presiden juga sikap rendah hatinya tidak luntur. Padahal kebanyakan orang Indonesia lazimnya suka lupa diri jika sudah mendapat jabatan tinggi. Tidak heran masih banyak yang korupsi walau sudah menjadi menteri, anggota DPR, gubernur, bupati, wali kota, pengusaha, Ketua dan hakim konstitusi.

Hal itu dapat dipahami bagi bangsa yang dijajah ratusan tahun. Ibarat kuda liar yang sudah lama di kandang dan baru dilepas di alam bebas, maka dia akan berlari sebebas-bebasnya tanpa tentu arah.

Jadi ada apa dengan revolusi mental Jokowi? Kenapa tidak kedengaran lagi? Jika tidak memahami memang kesannya demikian. Namun jika mengerti maka revolusi mental itu sudah mulai membuahkan hasil.

Masih segar dalam ingatan kita bahwa pengusaha kaya Chairul Tanjung saat menjadi Menko Perekonomian menawarkan mobil dan pesawatnya untuk digunakan para menteri lainnya jika dibutuhkan. Ini bisa dipahami bangsa yang dijajah 350 tahun wajar kalau bisa mengatakan bahwa dia sekarang sudah kaya dan punya segalanya.

Tapi di zaman Jokowi, sikap pemenang atau juara justeru muncul. Para menteri justeru sebaliknya, mereka kelihatannya malu untuk mengatakan punya mobil atau pesawat.

Ini yang membuat rasa hormat bermunculan dari berbagai negara di dunia terhadap Jokowi. Mereka melihat bahwa Jokowi adalah pemimpin yang tidak lazim.

Mereka melihat Jokowi seperti bangsa yang tidak pernah terjajah, justeru lebih agung dan mulia dari sikap para pemimpin penjajah di masa lalu. Dia tidak butuh, apalagi gila, hormat. Dia tidak butuh penghormatan yang dibuat-buat. Bagi Jokowi mendengar dan merasakan perasaan rakyatnya merupakan hakekat hidupnya.

Sehingga tidak jarang secara otomatis sikap yang hanya dimiliki pemenang dan pemimpin besar muncul. Misalnya rasa kemanusiaan dan kedulian yang tinggi bisa muncul tiba-tiba saat menjalankan kegiatannya. Itu hanya dmiliki pemimpin yang sudah merasa puas dan sudah merasa memiliki semuanya, dan tidak lagi mementingkan diri atau keluarga atau kelompoknya.

Jadi kalau ada yang bertanya ada apa dengan Revolusi mental Jokowi yang marak di era kampanyenya? Jawabannya sudah terjadi sejak dia menjadi presiden, bahkan jauh sebelumnya. Seharusnya seluruh 250 juta rakyat Indonesia perlu memiliki sifat yang telah diperkenalkan Jokowi tersebut: rendah hati, peduli, dan tidak serakah, namun bekerja keras dan giat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun