Pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara menggantikan Sutiyoso sebenarnya tidak perlu menjadi masalah, karena harus ada yang menjabat jabatan itu.
Namun isu ini menjadi perhatian, karena sosok Budi Gunawan yang saat ini Wakapolri dengan pangkat bintang tiga dan dulu pernah menjadi berita kontroversial karena pernah ditetapkan oleh Ketua KPK Abraham Samad sebagai tersangka korupsi tanggal 13 Januari 2015 saat dirinya dinyatakan sebagai calon tunggal Kapolri.
(Saat itu memang kekayaan Budi Gunawan dianggap meningkat terlalu cepat yakni tahun 2008, tanah dan bangunan milik Budi senilai Rp 2.744.180.000, sedangkan tahun 2013 meningkat tajam menjadi Rp 21.543.934.000. Tapi sebenarnya Budi Gunawan mengakui adanya perpindahan “rekening gendut” di rekeningnya tapi itu milik anaknya yang berbisnis dengan orang asing).
Bagaimana kita harus melihat pencalonan ini? Sesungguhnya banyak pelajaran penting yang bisa kita petik dan kita ajarkan kepada anak-anak kita agar mereka tidak menghadapi maslah yang sama.
1. Harta, jabatan dan kenikmatan bukan segala-galanya. Jokowi sendiri kelihatannya sudah menerapkan ini. Budi Gunawan dan seluruh pejabat Indonesia perlu meniru sikap hidup sederhana dan tidak mau menggarong uang negara dengan cara sehalus dan secanggih apapun seperti yang sudah ditunjukkan beberapa pejabat seperti Jokowi, Ahok, dll.
2. Lembaga negara yang diberikan kekuasaan seperti KPK perlu lebih berhati-hati agar jangan sampai mengambil kebijakan yang dapat merugikan orang lain jika memang tidak benar demikian.
3. Untuk menjadi kaya di zaman reformasi sekarang ini hanya bisa melalui kegiatan bisnis bukan dengan menjadi pejabat negara. Pandangan yang ingin menikmati jabatan dan kekayaan sekaligus seperti di masa lalu harus dilupakan.
4. Setiap pejabat negara harus selalu bertanya pada dirinya apa yang dapat dia sumbangkan untuk memajukan negara, bukan berapa banyak uang atau fasilitas yang dia dapat dengan menjadi pejabat negara.
Ini sekadar pandangan sederhana bukan saja dalam pencalonan Kepala BIN, tapi setiap jabatan Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H