Di usia Indonesia yang sedang memperingati 71 tahun kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 2016 ini muncul beberapa pertanyaan yang menggelitik. Tentu dipicu oleh isu yang sejak tanggal 13 Agustus 2016 menyebutkan bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar pernah memiliki paspor Amerika Serikat (AS) sehingga tidak pantas sebagai menteri.
Isu itu cepat bergulir di media sosial sehingga menjadi polemik di masyarakat yang kemerdekaannya diproklamirkan oleh pemuda hebat asal Jawa Ir Soekarno dan asal Sumatra Drs. Mohammad Hatta tanggal 17 Agustus 1945.
Arcandra Tahar, M.Sc., Ph.D. (lahir di Padang, 10 Oktober 1970 dan masih berusia muda 45 tahun) sendiri mengakui bahwa dia masih WNI karena memiliki paspor Indonesia. Namun masyarakat juga memiliki bukti bahwa dia pernah memiliki paspor AS dan ternyata dia pernah menggunakannya.
Kasus Arcandra Tahar ini membuka banyak masalah. Sebenarnya banyak sekarang orang Indonesia di luar Indonesia yang tidak memiliki paspor Indonesia tapi juga tidak memiliki paspor asing seperti AS, Eropa, dll.
Kebetulan di hari kemerdekaan ini muncul isu kewarganegaraan itu. Apa yang lebih penting bagi kita apakah memiliki kewargaanegaraan Indonesia dan tidak memiliki paspor asing? Ataukah lebih penting sumbangan apa yang diberikan oleh setiap orang dari 250 juta rakyat itu untuk Indonesia yang telah merdeka itu.
Indonesia saja memberi kewarganegaraan kepada orang asing. Misalnya tanggal 11 Oktober 2011 lima pemain naturalisasi telah resmi menjadi Warga Negara Indonesia, yakni dua pemain berasal dari Nigeria, yakni Greg Nwokolo dan Victor Chukwuekezie Igbonefo. Sementara itu, tiga pemain lainnya berasal dari Belanda, yakni Jhon van Beukering, Stefano Lilipaly, dan Tonnie Cussel.Â
Program naturalisasi pemain sudah berjalan sejak PSSI masih dibawah kepemimpinan Nurdin Halid. Setidaknya ada dua pemain yang menjadi pioner proses ini. Christian 'El Loco' Gonzales dan Kim Jefrrey Kurniawan dan dua pemain asal Belanda, Ruben Wuarbanaran dan Diego Michiels juga sudah menjadi WNI.
Apakah keindonesiaan Arcandra Tahar kalah dibandingkan dengan warga Indonesia naturalisasi itu dengan pernah memiliki paspor AS itu? Rasanya tidak. Dengan bersedia kembali ke tanah air meninggalkan perusahaannya di AS, lulusan Institut Teknologi Bandung, yang menerima beasiswa dari PT Timah untuk studi di A&M University of America jurusan Ocean Engineering hingga S-2 dan S-3 itu kiranya menunjukkan bahwa hatinya tetap ingin membantu Indonesia.
Beberapa orang asing yang aslinya dari Indonesia namun sekarang sudah menjadi warga AS pernah mengatakan bahwa walaupun sudah menjadi warga AS dan tidak lagi menjadi WNI, namun hatinya tetap cinta Indonesia karena keluarga dan temannya tetap banyak di Indonesia.
Tentu kita tidak mengharapkan orang Indonesia pindah kewarganegaraan, namun seandainyapun itu terjadi, bukan berarti orang itu tidak bisa membantu Indonesia. Justeru kita berharap makin banyak lagi orang asal Indonesia yang bisa berkiprah di dunia ini. Tetap ada rasa bangga ketika PM Malaysia Nazib Razak dan Menteri Pertahanan Malaysia Dr Ahmad Zaid Hamidi mengatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari Indonesia. Menhan Malaysia Datuk Ahmad Zaid Hamidi sangat pandai berbahasa Jawa karena ayahnya asli Wates dan ibunya asli Ponorogo.
Arcandra saat menyampaikan ceramah usai salat dhuhur berjamaah di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jaksel, Selasa 16 Agustus 2016 mengatakan jabatan menteri adalah amanah. Baginya tak ada bedanya saat dirinya jadi menteri dan pada saat kini sudah tak lagi jadi menteri. Arcandra mengatakan bahwa jabatan sewaktu-waktu bisa diambil oleh Allah dan sewaktu-waktu akan diturunkan oleh Allah. Arcandra menuturkan dirinya tak pernah mengejar jabatan. Ia juga menekankan bahwa manusia boleh saja berencana apapun tapi Allah yang mengatur segalanya. Dia kemudian bercerita sedikit tentang suasananya kini setelah tak menjadi Menteri ESDM setelah diberhentikan oleh Presiden Jokowi karena memiliki paspor Amerika Serikat.
Sebelum bertolak ke luar negeri, pada April 1996, Archandra Tahar dan lima rekannya terlebih dahulu mengikuti program pelatihan selama 3 bulan di lingkungan PT Timah. Masa beasiswa berakhir tahun 1998 dan selama itu Arcandra tidak menerima gaji. Lazimnya, setelah pendidikan rampung, para penerima beasiswa kembali ke perusahaan penyandang dana. Namun, Arcandra tidak jadi pulang ke Tanah Air karena resesi melanda perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia, termasuk PT Timah.
Karena banyak perusahaan sempoyongan, efisiensi pun dilakukan, antara lain dengan memangkas jumlah karyawan. Arcandra dan putra-putri terbaik Indonesia peraih beasiswa disarankan untuk tidak pulang.
Rekan-rekannya mengatakan bahwa Arcandra termasuk jenius dan pintar. Tak salah pemerintah meminta beliau jadi menteri.
Salah satunya kisah soal perjuangan Arcandra berkarier di benua Amerika karena perusahaan dalam negeri sedang dilanda resesi pada masa Orde Baru.
Dia menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam forum-forum yang membutuhkan keberadaannya. Archandra juga merupakan sosok di balik negosiasi dan keberhasilan Presiden Joko Widodo menarik kembali Blok Masela agar dikuasai Indonesia, dengan memutuskan eksplorasi harus dilakukan onshore bukan offshore. Archandra adalah pemilik hak paten tentang desain offshore di Amerika. Dia memiliki pengalaman lebih dari 14 tahun di bidang hidrodinamika dan rekayasa lepas pantai.
Semoga tidak membuat warga Indonesia lain yang tidak diragukan sedikitpun nasionalismenya, (seperti mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang ditangkap KPK tanggal 2 Oktober 2013 dan dijautuhi hukuman seumur hidup dan tanggal 23 Februari 2015 Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sehingga dia tetap harus menjalani hukuman seumur hidup), atau WNI yang menjadi gerbong narkoba atau pelaku kejahatan lainnya, tidak membuat mereka tertawa dengan kasus ini.
Presiden Jokowi yang melantik Arcandra menjadi Menteri ESDM tanggal 27 Juli 2016, akhirnya mengambil keputusan cepat dan berani dengan memberhentikannya secara hormat tanggal 15 Agustus 2016. Namun kecintaan dan sumbangan kepada ibu pertiwi tidak sekadar ditunjukkan dengan memiliki paspor Indonesia atau paspor asing saja.
Selamat hari merdeka negeriku tercinta, 17 Agustus 1945.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H