Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekelumit KAA Dalam Kenangan

21 April 2015   05:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:51 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orangnya sudah delapan puluh tahun lebih usianya. Namun dia adalah mantan Menteri Luar Negeri Aljazair. Saat itu dia menjadi Utusan Khusus Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan, bahkan dia menjadi semacam "Luhut Panjaitannya Presiden Jokowi" bagi Sekjen PBB saat itu. Indonesia kebetulan ditimpa musibah. Akibat peristiwa Timor Timur, Indonesia mau diadili secara militer oleh PBB. Saat itu di Indonesia muncul dua pemikiran. Pemikiran pertama mengatakan diadili saja, biar dunia tahu bahwa Indonesia tidak bersalah. Pemikiran itu dianut sebagian tentara dan para pengacara yang terkenal dan gagah perkasa. Pemikiran kedua mengatakan tidak boleh pengadilan terhadap Indonesia terjadi. Karena kalau itu terjadi maka itu tidak pernah bisa dihapuskan dari sejarah dunia bahwa Indonesia pernah diadili walaupun hasilnya mengatakan tidak ada yang bersalah. Apalagi kalau sistem pengadilan dan hakimnya seperti sekarang ini sudah patut diduga akan menyalahkan Indonesia. Yang masuk dalam kelompok kedua ini para diplomat dan para pakar yang bisa membaca sejarah. [caption id="" align="aligncenter" width="522" caption="Pejuang kemerdekaan dan mantan Menlu Lakhdar Brahimi yang pernah tinggal di Jakarta dan mengakui pentingnya semangat KAA 1955 (Sumber: AFP-JIJI)."][/caption]

Presiden SBY saat itu lebih memilih pilihan kedua sehingga digunakanlah segala cara untuk mencegah pengadilan dunia itu. Di situlah muncul semangat Asia Afrika yang ternyata masih hidup. Saat Menlu Ali Alatas akan bertemu dengan Sekjen Kofi Annan, maka harus melewati Lakhdar Brahimi, sang utusan khusus. Ketika pendekatan dilakukan, maka sudah dapat diduga Sekjen PBB sibuk luar biasa. Maka diadakanlah acara makan siang dengan sang utusan khusus. Ternyata Utusan Khusus Lakhdar Brahimi, yang mantan Menlu Aljazair menolak undangan makan siang mantan Menlu Ali Alatas itu. Wah.......... "Tidak, itu tidak mungkin" kata Lakhdar Brahimi dengan senyum penuh ketulusan. "Katakan kepadanya Lakhdar Brahimilah yang harus mengundangnya makan siang." Setelah itu terungkaplah ceritera bahwa dulu Lakhdar Brahimi seusai KAA Bandung 1955 harus tinggal di Jl. Kusumaatmadja Jakarta dengan dibiayai Pemerintah Indonesia agar mereka bisa memperjuangkan kemerdekannya. Namun ketika Pemerintah kena krisis ekonomi, maka tidak mungkin lagi membiayai para pejuang kemerdekaan Aljazaiar, Maroko dan Tunisia saat itu. Mereka harus pulang, tapi negaranya belum merdeka. Maka keluarga ayah Ali Alatas berbaik hati menampung mereka di rumah sederhana di daerah Senen sampai akhirnya Lakhdar Brahimi kembali dan kemudian menjadi Menlu Aljazair. Pertemuan mantan Ali Alatas dan Sekjen PBB Kofi Annan akhirnya jadi dilakukan dan kita tahu semua bahwa PBB menganggap tidak perlulah diadakan pengadilan militer terhadap Indonesia atas peristiwa Timor Timur. Bahkan saat ini hubungan Indonesia dan Timor Leste menjadi sangat baik dan bersahabat. Semangat Konferensi Asia Afrika 1955 ternyata banyak manfaatnya termasuk di era sekarang ini. Para pemimpin negara-negara Afrika itu mengatakan apa yang dilakukan Indonesia tahun 1955 dengan KAA Bandung dan dukungan kemerdekaan negara-negara yang belum merdeka saat itu merupakan contoh kongkrit bahwa Indonesia itu peduli dengan negara dan bangsa lain. Bung Karno dan Indonesia memang hebat!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun