Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ahok=Basuki Tjahaja Purnama: Sosok Unik Yang Dibutuhkan Negeri?

17 Juli 2014   12:07 Diperbarui: 17 Agustus 2016   17:36 3619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah menyaksikan banyak rekaman atau rekam jejak Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang lebih dikenal dengan Ahok, baik saat masih mahasiswa Universitas Trisakti, maupun saat menjadi anggota DPRD Belitung, Bupati Belitung, calon gubernur Bangka Belitung yang kalah, anggota DPR-RI, Wakil Gubernur dan kini Gubernur DKI, banyak hal yang patut kita renungkan dari sosok unik ini. Ahok adalah warga negara Indonesia keturunan Tionghoa atau China. Namun berbeda dengan kebanyakan keturunan Tionghoa yang lebih senang terjun dalam dunia bisnis dan kurang tertarik pada dunia politik, maka Ahok adalah warga negara yang ingin menyejahterakan masyarakat Indonesia. Dia jadi paham betul apa itu sejarah dan sistem ketatanegaraan Indonesia termasuk UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebelum menjadi Wagub DKI, Ahok adalah anggota DPR RI mewakili wilayah Belitung. Saat menjadi anggota DPR RI Ahok sudah tampil beda dengan tidak suka perjalanan dinas ke luar negeri dan sudah sangat kritis terhadap isu-isu yang menjadi kebutuhan masyarakat. Misalnya Ahok pernah mempertanyakan KPU dan Bawaslu mengapa tidak bisa membuat sistem pemilu yang bisa mencegah kecurangan dan memungkinkan tokoh-tokoh idealis yang tidak punya uang banyak untuk menjadi pemimpin atau kepala daerah. Itu disampaikannya berdasarkan pengalamannya sebagai calon gubernur Bangka Belitung yang akhirnya kandas di tengah jalan karena tidak bersedia membayar uang demi jabatan itu. Ahok juga pernah menjadi Bupati Belitung Timur walaupun keturunan China dan beragama Kristen, karena masyarakat di sana sudah mengenal keluarganya yang sangat peduli terhadap sesama. (Bahkan adiknya saat ini menjadi bupati karena diminta masyarakat walaupun awalnya Ahok tidak setuju). Ayahnya telah mendidik Ahok untuk peduli dengan masyarakat dan itu rupanya sangat membekas dalam diri keluarga itu.

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat masih menjabat Bupati Belitung Timur, Bangka Belitung, sudah terbiasa mau bekerja di lapangan seperti membersihkan jalan seperti terlihat dalam kejadian tanggal 5 Desember 2006 ini (Sumber: Dok. TEMPO/Hendra Suhara). Waktu Ahok masih kecil, ayahnya tidak terlalu membanggakan prestasi akademik Ahok karena selalu memberikan ilustrasi anak-anak miskin yang tidak bisa minum susu dan makanan bergizi namun bisa berprestasi itu lebih hebat dari Ahok. Mungkin ini yang membuat Ahok suka mengajak teman-temannya anak-anak kampung untuk  mampir ke rumah sekedar menikmati makanan atau minuman dingin yang tidak bisa mereka nikmati saat itu. Keberhasilan Ahok menjadi bupati yang bersih tanpa korupsi menjadi tonggak penting dalam karir politiknya. Akibatnya banyak anggaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehidupan warga Belitung Timur saat itu. Ahok adalah tokoh berani demi kebenaran dan kesejahteraan masyarakat. Dia tidak takut memberikan hidupnya untuk melayani masyarakat. Kebetulan keluarganya juga menganut keyakinan itu bahwa baginya kematian adalah keuntungan jika itu dilakukan demi kebenaran dan untuk kebaikan. "Seandainya saya meninggal, maka saya akan bertemu ayah saya di tempat yang lebih baik dan lebih indah di sorga, dan itu sangat menyenangkan," katanya menjelaskan apa artinya mati adalah keuntungan. Oleh karenanya dalam menjalankan tugasnya untuk memimpin Jakarta dia tidak takut menghadapi siapa pun demi perbaikan Jakarta. Dia juga tidak habis pikir kalau ada stafnya yang tega mengambil uang rakyat untuk memperkaya diri atau orang lain. Kalau dia menemukan pejabat yang tidak memikirkan masyarakat, maka tidak ragu dia untuk meluapkan kemarahannya. Dia memiliki prinsip menarik tentang orang kaya dan orang miskin, dan dia mengaku sebagai orang kaya. Menurutnya orang kaya adalah orang yang tidak punya uang banyak namun selalu merasa cukup; setiap membeli sesuatu selalu merasa sudah punya. Mau beli baju ternyata sudah punya, mau beli makanan ternyata masih ada, mau beli mobil ternyata tidak perlu. Sebaliknya orang miskin adalah orang yang uang dan hartanya banyak namun tidak pernah merasa cukup, selalu merasa belum punya apa-apa. Punya uang banyak tapi merasa rumahnya belum memadai, mobilnya belum cukup, pakaiannya belum begitu bagus, dst. Ini diterapkannya juga kepada anaknya. Mungkin masih kita ingat saat Puteri Indonesia 2013, Whulandary, bertanya kepada Ahok, "Setelah Bapak menjadi Wakil Gubernur, anak Bapak mendapat fasilitas apa?" Ahok pun menjawab, "Baru dua minggu lalu anak saya menangis minta pindah sekolah karena dibilang anak miskin. Anak saya ke sekolah naik bis, temannya diantar naik Alphard. Lalu saya bilang ke anak saya bahwa orang kaya itu bukan orang yang punya Alphard, tetapi orang yang merasa cukup dengan apa pun yang dimilikinya dan bersyukur."

Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan isterinya Veronica beserta anak-anak mereka sebagai keluargasederhana namun harmonis (Foto: Babel Pos/JPNN).

 Walau sudah menjadi pejabat penting sebagai Wagub DKI, Ahok tidak lupa akan ibu yang membesarkannya. Dia setiap pagi sekitar pukul tujuh menelepon ibu tercintanya di Belitung. Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari sosok ini kalau ingin membangun Indonesia tidak perlu ragu walaupun berasal dari keturunan China, Arab, Pakistan, Eropa, Amerika, dll. Asal tulus dan tidak ada niat korupsi untuk memimpin negeri ini tidak menjadi soal apa pun agama dan latar belakangnya. Seandainya banyak pemimpin Indonesia seperti sosok Ahok ini bukan mustahil negeri ini akan lebih cepat majunya dan hidup masyarakat akan lebih sejahtera sebagaimana kita cita-citakan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun