Mohon tunggu...
jimmy pambudi
jimmy pambudi Mohon Tunggu... -

Dokter umum di RS. Khusus Jantung Binawaluya Mahasiswa S2 KARS 2014-present

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mau Jadi Dokter??? (Jangan) Baca Ini!

18 Juni 2015   14:29 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:43 1168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

 

Beberapa hari lalu selepas tugas di rumah sakit, saya mampir ke salah satu mall di Jakarta untuk sekedar melihat-lihat dan mampir ke barbershop untuk potong rambut. Biasanya prosesi potong rambut saya hanya memakan waktu 30 menit, tapi kali ini sampai 1 jam! Ini bukan karena tingkat kesulitan memotongr rambut saya yang tinggi lho.., tapi kebetulan tukang cukur yang satu ini agak sedikit  “kepo”… alias “banyak Tanya”.

Tukang cukur : Bapak kerja dimana?

Saya : Di rumah sakit.

Tukang cukur : Oh dokter ya…

Saya : Iya…

Tukang cukur : Wahhhh enak dong jadi dokter, kerjanya santai duit banyak (dengan nada excited)

Saya : Ahh enggak juga mas biasa aja

 ……..lanjut pembicaraan panjang lebar.

Ada sesuatu yang menggelitik bagi saya dari topik pembicaraan tadi, saya jadi berpikir  bahwa sampai saat ini profesi dokter masih dipandang tinggi oleh sebagian besar orang, dokter adalah profesi yang mulia, mudah bekerja, gaji besar, dan terhormat, setidaknya itulah image yang masih melekat saat ini.

Padahal tidak seluruhnya benar menurut saya. Profesi dokter adalah profesi yang mulia, “betul” Terhormat, “betul” Mudah bekerja, “gak juga”, Gaji tinggi, “apalagi.. lebih gak juga”, malah saya sempat tertawa dalam hati, jangan-jangan income saya kalah sama tukang cukur ini.

Sekedar menyegarkan ingatan kita dan pemerintah (semoga membaca artikel ini), Bahwa Pemberlakuan BPJS Kesehatan yang telah dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014 sedikit banyak telah menimbulkan polemik bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit mengenai metode pembayaran jasa mereka dengan menggunakan sistem kapitasi dan INA-CBGs yang dinilai memiliki kelemahan.

Untuk lebih jelas saya coba menyoroti sistem kapitasi yang diterapkan bagi para dokter umum di layanan kesehatan primer (klinik pribadi maupun puskesmas) bisa membuat para dokter "tekor" (rugi) atau berkurang pendapatannya akibat bertambahnya jumlah pasien.
Tarif kapitasi dihitung berdasarkan jumlah peserta terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Pemerintah menetapkan tarif kapitasi untuk layanan primer (puskesmas) sebesar Rp 3-6 ribu, untuk layanan klinik pratama dan praktek dokter sebesar Rp 8-10 ribu serta untuk praktek dokter gigi mandiri Rp 2 ribu.

Saya tidak bilang bahwa tarif kapitasi  ini salah dan dokter pasti tidak bisa mencukui kebutuhan keluarganya, tetapi menurut saya tarif yang telah ditetapkan pemerintah perlu dikaji, karena dengan jumlah tarif kapitasi  sebesar itu, apakah bisa mencukupi dan memenuhi kebutuhan dokter yang sudah berkeluarga? Terutama bila jumlah pasien yang masuk daftar kapitasi tidak banyak. Saya khawatir apabila ini dipaksakan tanpa kajian lebih lanjut, bisa menyebabkan kualitas layanan dokter dan ketersediaan pelayanan kesehatan semakin menurun di era BPJS ini.

Mari coba berandai-andai  menghitung total pendapatan dokter umum di era BPJS, dan sebagai pembandingnya kita lihat pendapatan tukang cukur yang “berpraktek” di mall-mall di Jakarta,

Dokter umum klinik pratama mendapat tarif kapitasi Rp. 8000,- bila di area tersebut pasien terdaftar adalah 1000 orang maka total income yang di dapat adalah Rp. 8.000.000,- sekilas cukup lumayan, tapi ada beberapa pengeluaran yang harus ditanggung seperti Sewa tempat kira-kira Rp. 1 juta, Gaji karyawan (petugas farmasi, dan kasir) kira-kira Rp. 3 juta, Obat yang harus dikeluarkan bila pasien berobat (Obat harus ditanggung oleh klinik pratama) kira-kira 2 juta, bayar listrik dan air kira-kira Rp. 500 ribu. Total Rp. 6.5 juta. Sisa Rp. 1.5 juta.

Tukang cukur tarif Rp 75 ribu per 1x mencukur (ini yang biasa saya bayar diluat tips), informasi yang saya dapat tukang cukur ini sudah digaji kira-kira Rp. 2.3 juta (sesuai UMR), dan mendapat bonus per 1x cukur sekitar Rp. 7500,- rata-rata sehari bisa mencukur kurang lebih 15 orang dengan total 20 hari kerja perbulan.

Income dokter umum di klinik pratama Rp. 8 juta – Rp. 6.5 juta = Rp. 1.5 juta, dengan resiko dituntut pasien dan resiko keruagian obat bila banyak pasien berobat.

Income tukang cukur Rp. 2.3 juta + Rp. 2.25 juta = Rp. 4.55 juta, dengan resiko  di komplain pelanggan dan potensi peningkatan bonus bila banyak pelanggan.

Perbandingan ini hanya sekedar hitung-hitungan kasar saya saja, belum tentu akurat, tetapi setidaknya bisa sedikit memberi gambaran mengenai “dapurnya” dokter umum di era BPJS ini.

Nah, menurut saya apabila sampai terjadi seperti ini hanya satu kata buat para calon dokter : TRAGIS… Sekolah lama, korban waktu, korban biaya, saat lulus terbentur kebijakan yang kurang berpihak….

Catatan buat Pemerintah, tidak ada salahnya mengkaji lebih dalam mengenai system tarif kapitasi untuk klinik pratama, karena sekali lagi berpotensi menurunkan kualitas pelayanan dibidang kesehatan. Beberapa usulan yang bisa menjadi bahan pertimbangan adalah Insentif bulanan diluar tarif kapitasi dan penyesuain tarif kapitasi untuk kesejahteraan para dokter.

Jangan sampai bangsa Indonesia melakukan kebiasaan lama “Menyelesaikan masalah dengan masalah”

Diluar itu semua dari segi profesi,  menurut saya semua sama, apabila dijalani dengan penuh ke ikhlasan dan profesionalisme yang tinggi, apapun pekerjaan anda, pasti akan selalu mulia dan terhormat.

Buat calon dokter yang terlanjur baca artikel ini, tetap semangat ya. Bangsa ini menunggu pengabdianmu.

Salam Kompasianer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun