Mohon tunggu...
Jimmy Lobianto
Jimmy Lobianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selalu berpikir positif agar hidup selalu berjalan dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyerah Lebih Baik Daripada Mati

4 Desember 2014   02:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:06 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_339475" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: www.flickr.com"][/caption]

Judul diatas terdengar sangat pesimis, sangat bertentangan dengan konsep pemikiran para motivator-motivator terkenal yang sering kita dengar. Apa maksud saya mengenai hal tersebut? Sebelumnya saya ingin menceritakan kisah sahabat baik saya berikut ini..

Saya punya seorang sahabat baik bernama Budi (samaran) yang merasa hidupnya selalu ditekan oleh saudara-saudaranya. Semua saudara bahkan orang tuanya selalu mengatur kehidupan Budi, baik secara sosial maupun secara finansial. Meskipun saya paham bahwa hal tersebut dilakukan untuk kebaikan Budi sendiri. Tapi Budi menafsirkan hal yang berbeda, dia merasa bahwa saudara dan orang tuanya meremehkan dia, menganggap dia tidak akan bisa menjadi kaya dan sukses.

Berbekal hasrat ingin menjadi pelatih basket di sekolah-sekolah internasional, dia rela menghabiskan sisa tabungannya (yang tidak seberapa) untuk mengambil kelas-kelas instruktur basket profesional yang biayanya cukup besar. Hal itu menurut saya bukan masalah besar. Tapi yang menjadi masalah adalah kedua orang tua Budi sudah pensiun, yang artinya pemasukan "nol". Biaya rumah tangga kedua orang tua Budi ditanggung oleh saudaranya yang merupakan karyawan swasta, meskipun terbilang bergaji lumayan tapi tetap saja berat karena saudaranya pun sudah menikah dan punya anak, berarti ada dua keluarga yang harus dibiayai saudaranya.

Alhasil tabungan Budi habis, sambil menjalani pelatihan, Budi terpaksa bekerja sambilan di restoran untuk mendapatkan gaji bulanan sebelum dia berhasil mendapatkan income dari kelas basket ini. Karena sebelum sekolah internasional menjadikan dia karyawan tetap (digaji), Budi harus menjadi asisten pelatih senior tanpa digaji selama beberapa bulan. Biaya bulanan untuk kedua job ini tidaklah sedikit, ada biaya transport, biaya makan, dan biaya entertain (hang out bersama teman) yang setiap hari harus dia keluarkan sebelum mendapatkan gaji pada akhir bulan. Akhirnya untuk menutupi pengeluaran ini, Budi terpaksa mengambil uang sayur kedua orang tuanya yang diberikan oleh saudaranya. Cukup tragis bukan?

Tapi Budi berkata "Apa boleh buat? Saya terpaksa melakukan ini karena uda terlanjur nyemplung (ambil kursus basket). Nanti kalian lihat pasti saya akan sukses suatu hari nanti".

Mungkin berbekal inspirasi dari buku-buku motivator, Budi belajar bahwa dengan situasi "kepepet" akan memaksa orang bekerja keras dan membuahkan hasil yang baik. Tapi yang terjadi adalah Budi akan berputar dalam lingkaran setan. Dia sudah terjerumus dengan sistem "gali lobang tutup lobang". Sebelum gajian, dia berhutang kesana sini untuk menutupi biaya operasional harian. Setelah gajian dia harus melunasi hutangnya yang sebesar 70% dari gajinya. Sisa 30% tidak cukup untuk menutup biaya operasional, maka akhirnya dia kembali berhutang dan demikian seterusnya.


Dari cerita diatas, saya menyimpulkan (pandangan saya) bahwa niat yang kuat dan kerja keras tidak cukup untuk mencapai kesuksesan, itu seperti banteng menyeruduk tanpa arah. Diperlukan perhitungan yang cermat dan kemampuan melihat peluang agar bisa mencapai kesuksesan. Pernahkan Anda melihat ilustrasi kartun seseorang yang sedang menggali di bawah tanah sampai jauh ke dalam, tiba-tiba dia menyerah dan berbalik arah untuk pulang, padahal puluhan kilo emas sudah tepat 1 meter di depannya. Gambar itu sangat memotivasi kita untuk tidak pernah menyerah, tapi kenyataannya tidak sesederhana itu.

Saya ibaratkan Anda sedang mengendarai mobil ditengah hutan pada pagi hari untuk pergi ke desa tetangga. Anda tersesat tapi Anda terus berusaha mencari, karena Anda yakin bensin Anda cukup. Akhirnya malam tiba dan Anda masih belum menemukan desa tersebut dan memutuskan untuk kembali lagi besok pagi. Padahal desa itu sudah tepat 200 meter ada diseberang pada titik Anda memutuskan untuk pulang. Menurut saya itu pemikiran yang sangat bijak, orang mau berkata "cari aman" ya terserah saja. Tapi saya katakan "lebih baik menunda sementara daripada mati sekarang". Kenapa demikian? Karena meskipun desa itu hanya 200 meter disebrang saya. Tapi saya tidak pernah tau posisi jurang ada dimana karena situasi sedang gelap. Kenapa kita tidak bersabar 7 jam menunggu matahari terbit dan melanjutkan perjalanan.

Itulah kenapa saya katakan lebih baik menyerah (menunda) sementara daripada mati sekarang. Banyak inspirasi dari motivator yang mungkin tidak pernah mengatakan seperti itu. Tapi saya berpikir bahwa tidak semua ajaran motivasi harus kita telan bulat-bulat. Kita cukup mengambil sarinya saja, kemudian kita implementasikan pada diri kita sesuai kemampuan kita. Tidak semua pakaian cocok untuk orang lain, ada yang kekecilan dan yang lain malah kebesaran. Pada sebuah perlombaan lari, hanya ada satu orang pemenang dan sisanya hanya penggembira saja. Mau menjadi apakah Anda? Sebagai pemenang atau sekedar penggembira saja?

Menjadi pemenang tidaklah mudah, bukan hanya niat dan usaha keras, diperlukan juga strategi dan kemampuan melihat peluang. Anda gagal tidak masalah, kegagalan bisa menjadi pelajaran untuk kemudian hari. Tapi jangan menjadikan kegagalan Anda seperti ombak yang menyeret orang lain. Seperti cerita teman saya diatas, kesalahan dia memprediksi finansial membuat dia terpaksa menggunakan uang sayur orang tuanya. Dan sebenarnya tidak perlu terjadi seperti itu jika Budi bisa menunda sementara kursus basketnya. Dia bisa bekerja sebagai karyawan swasta selama beberapa bulan, sampai terkumpul cukup uang untuk survive sebelum menjadi pelatih basket yang digaji. Dan jika sudah terlanjur nyemplung, Budi bisa berputar arah dan mengulang esok hari.

Tidak pernah ada kata terlambat untuk mengulang, kesuksesan pasti diraih jika kita melakukan serangan dengan perhitungan yang cermat. Seperti seorang pemburu yang akan memanah targetnya. Dia menarik mundur tali busurnya, menyesuaikan ketegangan tali dengan jarak dan kondisi angin, mata membidik lokasi target, setelah semuanya tepat baru dilepaskan anak panah ke target. Persiapan yang matang lebih memudahkan kita mencapai target daripada asal tabrak sekuat tenaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun