Mohon tunggu...
Jimmy Simanungkalit
Jimmy Simanungkalit Mohon Tunggu... -

Suka membaca, menulis, nonton film, dan dengar musik. Bekerja freelance sebagai penerjemah novel, mengajar komputer (untuk program-program aplikasi tertentu), dan siaran juga. Kadang-kadang pergi hiking dan kemping. Tapi tidak lupa makan, tidur, dan tentu saja bersenang-senang menikmati hidup :) Play hard, but work even harder!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pak Tigor Killer

28 Oktober 2010   11:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:01 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Hmm, sepertinya semua sudah mengerti. Jadi, saya yang akan bertanya.” lanjutnya sambil mendengus mirip banteng yang siap mencabik-cabik matador dihadapannya. Jantung Rinto berdegup semakin kencang. Dia menunduk dan kembali merapal mantra yang kedua: mantra tolak bala. Dia tidak sudi jadi korban Pak Tigor hari ini. Riko, teman semejanya, berniat menenangkan Rinto, tapi dia tidak berani membuat gerakan yang dapat memancing perhatian Pak Tigor. Saat itu, mereka serasa tikus-tikus dalam liang yang berhadapan dengan ular kobra lapar. Dan, Pak Tigor adalah ular kobra lapar itu. Setiap gerakan berarti bencana! Kasihan Rinto, mantra tolak balanya tidak cukup mempuni, karena tiba-tiba Pak Tigor bergerak ke arahnya. Dia menutup mata sambil mengharapkan mujizat yang mengubah arah langkah Pak Tigor. Namun, Rinto sedang sangat tidak beruntung. Saat membuka mata, tubuh Pak Tigor yang tinggi dan melebar ke segala penjuru mata angin, sudah berdiri didepannya, menutupi pandangannya ke arah papan tulis.

“Rinto, rumus menghitung Luas Lingkaran?” Pak Tigor menyerang dengan pertanyaan singkat. Aroma parfum murahannya bagaikan minyak nyong-nyong yang sekonyong-konyong membuat Rinto menahan nafas, otaknya bertambah beku karena kekurangan oksigen.

“Uhhh….uhhh…phi….phi….phi….” Rinto terbata. Saat otaknya sudah mulai mengirimkan sinyal-sinyal jawaban, kini lidahnya yang masih terlalu kaku untuk menyemburkan rumus itu.

Dan tiba-tiba….”PLAK!!!” sebuah tamparan mendarat di pipinya. Dia meringis menahan sakit, cetak tangan Pak Tigor tergambar di pipi kirinya yang putih. Seandainya saat itu dia diperbolehkan menumpahkan perasaannya lewat lagu, dia tentu akan menyanyikan “Hati Yang Luka” dari Betharia Sonata. Riko panik karena musuh masih di dekatnya, yang berarti kesempatan besar bagi dia untuk menjadi korban berikutnya. Hatinya sedikit lega karena matanya sempat jelalatan ke papan tulis untuk mendapatkan rumus Luas Lingkaran. Dia tersenyum simpul merasa sudah punya jawaban sebagai perisai untuk menangkis serangan Pak Tigor.

“Riko! Rumus Keliling Lingkaran?” tanya Pak Tigor dengan senyum culas nan menjijikkan. Dia cukup licik dengan serangan berikutnya demi mendapatkan korban lain. “I need more victims today!” begitulah kira-kira isi hatinya yang berduri. Riko mendadak pucat, mencoba menggerak-gerakkan lehernya bagai penari India untuk mencari jawaban di papan tulis. Namun, tubuh bau nyong-nyong Pak Tigor sudah terlanjur bergeser dan menghalangi pandangannya.

“Aaaa….eee…pak, saya taunya rumus Luas Lingka…” dia memberanikan diri memberi alasan untuk menyelamatkan diri, namun…

“PLAK!!!” tamparan di pipi Riko mengiringi jatuhnya korban yang kedua. Rinto tersenyum kecut merasa menemukan rekan duetnya untuk menyanyikan lagu “Hati Yang Luka”, yang akan menjadi lagu kebangsaan para korban tindakan kekerasan Pak Tigor. Pak Tigor bergerak ke arah meja Freddy dan Rony. Ronggur, yang duduk di belakang Riko, langsung bernafas lega, dan bernazar akan lebih taat beribadah. Freddy sedikit tegang walau matematika bukanlah pelajaran yang sulit buat dia, hanya gaya mengajar Pak Tigor yang menyulitkannya. Tapi Rony, dia langsung sakit perut. Bakpao-bakpao dalam perutnya tiba-tiba bereaksi hebat dengan asam lambungnya. Perutnya bergemuruh, mukanya pucat.

Dan, TENG-TENG-TENG-TENG-TENG!!! Besi rombeng itu akhirnya dipukuli juga. Dalam hati dia berjanji akan mentraktir si pemukul besi rombeng. “I have just been saved by that damned bell!” desahnya lega karena sakit perutnya tiba-tiba sembuh. Jam istirahat akhirnya tiba.

“Sialan!! Dari tadi kek..” umpat Rinto dan Riko dalam hati. Pak Tigor tidak lupa memberi PR sebelum meninggalkan kelas. Murid-murid lain segera mengerumuni meja Riko dan Rinto, bukannya memberi semangat tapi ingin menyaksikan cetak merah tangan Pak Tigor di pipi mereka, ada juga yang mengabadikannya dengan kamera handphone.

“Perhatian! Perhatian! Rapat pleno yang tertunda tadi harus diselesaikan saat ini, tidak ada yang boleh keluar kelas!” teriak Freddy dengan tegas, kemudian memelototi Rony. Pelototan matanya bisa diterjemahkan Rony yang segera berjalan ke pintu, menutupnya, dan berdiri garang disana. Dan tak lupa beberapa bakpao selalu menyertai langkahnya. Beberapa anak yang bawa bekal makan siang mulai makan sambil mendengarkan, sedangkan yang lain pada nyomot bekal teman-temannya sambil mendengarkan juga.

“Kita harus melakukan aksi protes, teman-teman! Kita tidak boleh diam!” Freddy berapi-api.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun