Dunia perkorupsian Indonesia digegerkan dengan vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang menjatuhkan vonis 6 tahun 6 bulan penjara kepada Harvey Moeis sehingga memunculkan beragam reaksi di masyarakat.
Tidak hanya masyarakat bahkan Presiden Prabowo pun menyayangkan bahwa rampok 300 triliun tapi vonis hanya sekian tahun dan tak ingin koruptor dihukum ringan.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada masyarakat, tokoh-tokoh dan Presiden, saya sedikit menyampaikan fakta secara sederhana berdasar literasi di media-media termasuk Kompas dan kenapa vonisnya begitu ringan.
Majelis Hakim tentu sudah mempelajari kasus ini secara komprehensif (keseluruhan) dan mempertimbangkan berbagai aspek hukum sebelum menjatuhkan vonis ini.
Apakah Harvey terbukti menerima uang korupsi sebesar Rp 300 triliun? ... Ternyata tidak!
Dalam surat dakwaan Jaksa, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut (hanya) menikmati uang negara Rp 420 miliar.
"Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000," papar Jaksa.
Ujung-ujungnya vonis yang dijatuhkan kepada Harvey adalah pidana hukuman badan 6 tahun dan 6 bulan penjara, dan dijatuhkan pidana denda Rp 1 miliar serta pembayaran uang pengganti Rp 210 miliar. Nilai uang Rp 210 miliar ini adalah (sepertinya) hasil dari Rp 420 miliar dibagi dua bersama Helena Lim.
Dan selain itu masih ada 16 tersangka lain yang peranannya lebih besar dibanding Harvey Moeis, diantaranya petinggi PT Timah Tbk. dan para petinggi Perusahaan yang bekerja sama dengan PT. Timah Tbk. dalam mengelola bisnis tambang timah.
Peran Harvey seperti apa?
Boleh dibilang peranannya sebagai makelar dalam kerja sama kegiatan pertambangan di Bangka Belitung antara beberapa Perusahaan yang diwakilinya dengan PT Timah Tbk.