Curang itu dapat dilakukan tanpa niat atau dengan niat.
Jika tanpa niat, biasanya disebut sebagai tidak sengaja, bermaksud melakukan A ternyata terjadinya B. Sedangkan curang dengan niat tentunya sudah direncanakan untuk maksud dan tujuan tertentu. Kedua curang ini akan beda hukuman.
Misalnya dalam dunia sepakbola. Curang tidak sengaja biasanya akan berbuah hukuman kartu kuning sedangkan curang dengan niat akan berbuah hukuman kartu merah. Semua itu tergantung dari wasit yang bertugas. Dan di jaman now saat ini bahkan wasit pun dibantu oleh teknologi VAR agar dapat mengambil keputusan yang adil.
Apakah Pemilu 2024 lalu ada unsur curang-nya?
Wah.. kalo ini bukan kewenangan saya untuk membahasnya karena tulisan ini hanya membahas kata curang (d/h tjoerang).
Yang jelas dikutip dari bawaslu.go.id:
Dalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, istilah pengawasan pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada era tersebut terbangun trust di seluruh peserta dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai Konstituante.
Artinya sejak Pemilu 1982, sudah ada wasit dalam perhelatan akbar tersebut. Jadi mereka yang melakukan pengawasan dan investigasi jika ada yang curang dalam Pemilu.
Tapi yang disayangkan adalah pada tanggal cantik 14 Februari 2024 bertepatan dengan hari spesial untuk umat Katolik yaitu Rabu Abu (Ash Wednesday) yang bermakna kesedihan dalam hal ini adalah karena manusia dianggap telah berbuat dosa dan menyebabkan terjadinya perpecahan dari Tuhan.
Dan 14 Februari dikenal sebagai hari Valentine di belahan dunia lain, yang merupakan peringatan yang dilakukan dalam menyatakan kasih sayang dan cinta terhadap orang-orang terdekat.
Dalam fikih Islam, curang itu merujuk pada suatu tindakan atau perilaku yang melanggar prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, dan transparansi.