Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Insinyur - Instruktur, Trainer, Konsultan Sistem Manajemen + Bapak yang bangga punya 5 Anak + 1 Istri

Insinyur lulusan Usakti

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bolehkah Dana Kampanye dari Sumbangan "Wajib" Masyarakat?

12 Januari 2024   10:12 Diperbarui: 12 Januari 2024   10:24 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: KOMPAS.com

Pemilu 2024 yang tinggal satu bulan lagi semakin panas, terlebih sejak usainya gelaran Debat Capres kedua pada 7 Januari 2024 lalu.

Jika Anda punya akun X (d/h Twitter) nyata benar situasi makin panas disana, sebab netizen disana bebas aja untuk saling menghujat, saling memuja, saling menjatuhkan, saling serang para Capres, bahkan penyebaran hoax sudah jadi santapan sehari-hari pengguna X di dunia maya.

Dalam dunia nyata juga tak kalah panasnya, terutama yang diluar nurul adalah adanya Capres yang dilaporkan oleh NGO (Non-Government Organization = Lembaga Non Pemerintah) karena dianggap menyebarkan fitnah dan menyerang Capres lain pada saat debat. Dan lapor melapor paska Debat Capres bukan kali ini aja tapi sudah terjadi setelah Debat Cawapres pada 22 Desember 2023 lalu.

Padahal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian debat adalah pertukaran dan pembahasan pendapat terkait suatu hal dengan saling menyampaikan argumentasi atau alasan dengan tujuan mempertahankan pendapat bahkan memenangkan pendapat.

Nah jika tidak mau ada saling argumen untuk memenangkan pendapat saat Debat, sebaiknya Debat diganti dengan Diskusi saja agar didapatkan hasil win-win solution.

Bagi saya yang hidup sejak tahun 1966, Pemilu 2024 ini adalah Pemilu yang paling sadis dibanding Pemilu-Pemilu sebelumnya. Dan kesadisan ini pasti akan terus berlanjut sampai usai Pemilu bahkan setelah ada Presiden Indonesia yang baru kelak karena sakit hati pendukung Capres yang kalah pasti tak terkira dan bisa sampai 5 tahun pula.

*

Selain kesadisan diatas, muncul lagi masalah yang rame diperbincangkan yaitu masalah Dana Kampanye dimana, konon kabarnya, ada salah satu Parpol yang pengeluaran Dana Kampanye-nya baru Rp. 180 ribu.

Sumber gambar: KOMPAS.com
Sumber gambar: KOMPAS.com

Saya sih ngga ngerti aturan Undang-Undang tentang Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), dan Laporan Penerimaan Dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) tapi yang jelas, jika aturan tersebut dijalankan dengan baik oleh para Parpol, tentu penerimaan dan penggunaan Dana Kampanye akan transparan.

Karena menurut seorang teman yang jadi Caleg DPR RI dari wilayah Sumatera Barat, Beliau sudah mengeluarkan dana pribadi sampai kisaran Rp 15-20 miliar untuk nyaleg. Tapi saya tidak heran karena Beliau memang mampu secara finansial.

Ada lagi info dari anak saya yang kebetulan direkrut menjadi anggota Tim Digital Komunikasi Visual dari Tim Pemenangan salah satu Caleg DPRD dari sebuah Partai. Anak saya ini dapat gaji Rp. 3 juta/bulan walaupun tidak bekerja tiap hari alias bekerja kalau ada order untuk bikin iklan saja. Caleg ini memiliki Sponsor yang mendanainya dan dana yang sudah dikeluarkan sekitar Rp. 8 milyar untuk keperluan macam-macam termasuk pembagian sembako di wilayah Dapilnya. Sayangnya, sang Sponsor telah pindah haluan ke Capres lain sehingga tidak lagi mendukung Caleg dari Partai ini, entahlah bagaimana kelanjutannya.

*

Nah dari info-info tersebut, saya jadi berpikir tentang Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), artinya Partai atau Caleg diperbolehkan menerima sumbangan dana untuk kampanye dari masyarakat. Tapi bagaimana jika sumbangan tersebut dijadikan sumbangan wajib?

Sebab ada suatu NGO yang berafiliasi kepada sebuah Partai baru yang terkesan memaksa para anggotanya karena mewajibkan untuk menyetor dana dengan jumlah yang telah mereka tetapkan sendiri yaitu Rp. 300 ribu/orang untuk kebutuhan Partai tersebut. Padahal bukan rahasia lagi jika para anggota itu telah menyetor iuran bulanan kepada NGO tersebut, kenapa tidak pakai dana itu?

Sumber gambar: pribadi
Sumber gambar: pribadi

Menurut informasi, sebagian anggota keberatan dengan setoran tersebut. Hidup lagi susah-susahnya, eeh.. dimintai sumbangan wajib.

Apalagi mereka boleh disebut sebagai masyarakat biasa yang berhak memilih Partai atau Caleg sesuai hati nuraninya. Tapi, yaaah.. mau gimana lagi? Dana Pemilu memang mahal.

Yang tidak siap dana sebaiknya tidak usah ikut nyaleg tanpa tujuan yang jelas. Walaupun Rumah Sakit telah menyediakan kamar untuk Caleg Stress tapi kita kan berharap ngga ada yang perlu dirawat disana kan?

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun