Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Insinyur - Instruktur, Trainer, Konsultan Sistem Manajemen + Bapak yang bangga punya 5 Anak + 1 Istri

Insinyur lulusan Usakti

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Plastik Berbayar, Sebuah Kebijakan ala Rokok

9 Februari 2016   10:30 Diperbarui: 9 Februari 2016   18:18 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto: Ecocentric.co, KSR Univ. Brawijaya"][/caption]Sebanyak 17 kota akan ikut menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar untuk mengurangi jumlah sampah plastik. Bahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memastikan menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar di semua usaha ritel baik minimarket hingga supermarket yang ada di Kota Depok, sejak Minggu (21/2/2016) mendatang’'.

Dengan kebijakan kantong plastik berbayar ini konsumen diharuskan membayar untuk setiap kantong plastik yang digunakan saat berbelanja.
"Semangat dan tujuan kebijakan ini adalah agar kita sama-sama mengurangi sampah plastik," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Depok, Wijayanto. "Jadi nanti setiap belanja, diharapkan warga membawa goodie bag dari rumah masing-masing. Sehingga sampah plastik yang sulit diurai akan berkurang jumlahnya secara umum."

Sedangkan menurut Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tuti Hendrawati Mintarsih, "Kita kurangi penggunaan kantong plastik dengan memaksa mereka membayar."

**

Dari sisi Pemerintah kebijakan yang dikeluarkan ini diklaim bertujuan mengurangi dan menekan jumlah sampah plastik yang beredar sehari-hari. Tapi dari sisi pegiat lingkungan amatir seperti saya, ini adalah kebijakan konyol.

Kenapa konyol?

Karena lagi-lagi Pemerintah secara arogan mengorbankan konsumen (baca: masyarakat) dengan cara membayar plastik yang digunakan tanpa memberi solusi alternatif pilihan. Tidak semua masyarakat paham kenapa sampah plastik berbahaya bagi lingkungan sekitar? Dan tentu tidak semua masyarakat paham, kenapa plastik yang tadinya gratis, sekarang harus bayar? Kemana nantinya dana yang dibayarkan oleh masyarakat? Siapa yang akan diuntungkan? Lagi-lagi akan timbul masalah baru.

**

Kebijakan ini sama dengan kebijakan Pemerintah terhadap rokok.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan macam-macam untuk mengurangi minat masyarakat terhadap rokok tapi Pemerintah tidak mempunyai solusi alternatif pilihan agar masyarakat berpaling dari rokok. Alhasil, segala kebijakan yang sudah dibuat menjadi mubazir dan tidak bisa mengurangi minat masyarakat terhadap rokok.

Kebijakan plastik berbayar ini, patut diduga, arahnya akan kesana. Akhirnya, bagi masyarakat bayar ya bayar tapi lingkungan tetap tercemar oleh plastik. Alhasil pengusaha plastik dan ritel serta minimarket kipas-kipas menikmati rejeki yang datangnya tidak diduga-duga.

**

Sebaiknya Pemerintah melalui Kementerian terkait serta pegiat lingkungan profesional melakukan sosialisasi besar-besaran dengan tema perang terhadap sampah plastik. Ajak masyarakat melakukan program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) terhadap sampah plastik yang tidak ramah lingkungan. Jelaskan sejelas-jelasnya kenapa plastik tidak ramah lingkungan. Bagaimana penerapan 3R dalam kehidupan sehari-hari.

Initinya, kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan lah yang harus dibangkitkan.

Selain itu, yang paling penting, Pemerintah wajib menyediakan solusi alternatif pilihan pengganti plastik (kantong kresek) dengan mewajibkan penggunaan kantong kertas yang ramah lingkungan. Walaupun pelan tapi pasti, masyarakat diajak untuk menggunakan kantong kertas. Jika pemerintah sudah berani mewajibkan penggunaan kantong kertas tentu pengusaha plastik pun dapat ambil ancang-ancang untuk mengalihkan produknya.

Pemerintah pernah sukses mengalihkan minyak tanah ke gas elpiji, jadi sekarang kenapa tidak bisa?

**

Dalam hal pengelolaan lingkungan hidup, kita perlu kebijakan Pemerintah yang benar-benar bijak. Kebijakan, ketegasan dan komitmen Pemerintah yang komprehensif, tidak setengah hati dan tidak melulu membebani konsumen tanpa menganalisa akar masalahnya.

Foto: Ecocentric.co, KSR Univ. Brawijaya

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun