Sarosa Ratam yang hanya lulusan SMA saat itu, mulai diterima bekerja di ISC pada tahun 1955 saat merantau ke Jakarta. Bersama sahabatnya, Tjaslam, Sarosa diterima bekerja di ISC sebagai Opas (penjaga kantor), sedangkan Tjaslam sebagai OB.
Bagi Sarosa bekerja sebagai Opas hanyalah sebagai batu loncatan. Sambil mengumpulkan uang, Sarosa kembali menuntut ilmu keuangan seusai jam kerja. Perjuangannya tidak sia-sia, gelar BBA (Bachelor of Business Administration) dari Akademi Perniagaan Indonesia pun diraihnya.
Perjuangan Sarosa menuntut ilmu tak luput dari perhatian sang Presiden Direktur saat itu Hasjim Ning. Sarosa pun dimutasi dari Opas kebagian Staff Keuangan sesuai dengan ilmu yang dimilikinya.
Bagi Sarosa, belajar adalah bagian dari perjuangan meningkatkan harkat hidup, gelar BBA (setara D3) tidak serta merta memuaskannya. Prinsip ini diajarkan oleh ayahnya Ratam Arjosuseno yang berprofesi sebagai guru di Pemalang Jawa Tengah. Sarosa pun kembali meneruskan kuliah malamnya di Universitas 17 Agustus sampai meraih gelar Doktorandus (Drs.) Ekonomi.
Karirnya di IRMC pun semakin moncer. Dari Staff Keuangan di ISC mendapat promosi menjadi Manajer Keuangan di IRMC, lalu kemudian dipromosikan menjadi Direktur Keuangan dan pada akhirnya diangkat menjadi Presiden Direktur IRMC menggantikan Hasjim Ning setelah bekerja sekitar 21 tahun di IRMC.
Perjuangan sebagai Presiden Direktur yang mempertahankan Ford dan IRMC harus berakhir 10 tahun kemudian, tepatnya tahun 1986, H. Sarosa Ratam tutup usia. Hasjim Ning sempat terisak saat berpidato melepas kepergian karyawan kesayangannya di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
**
Keluarga Sarosa dan keluarga Hasjim Ning tentu sangat kecewa melihat Ford yang dulu diperjuangkan orang tuanya harus berakhir dan berhenti beroperasi di Indonesia.
Tapi Ford (FMI/IRMC) memang bukanlah perusahaan keluarga, ini adalah perusahaan bisnis.Â
Bisnis memang harus menghasilkan keuntungan.
Hanya itu yang membuat kami maklum.
***