Awalnya saya tidak menganggap serius celotehan anak saya tentang soal yang bocor usai hari pertama UN SMA (13/04/2015). Tapi lama-lama penasaran juga.
Saya (JA) : Di kelas kan ada pengawas, bagaimana mungkin anak-anak membuka gadget-nya untuk melihat bocoran UN?
Anak (AH) : Bener Pa, mereka buka gadget dikelas, tapi dibiarkan oleh pengawasnya.
JA : Soalnya kan beda-beda, bagaimana mereka tau bocorannya benar?
AH : Mereka dapat beberapa bocoran, masing-masing ada clue-nya. Liat aja clue-nya di nomor tertentu, kalo cocok berarti itu jawabannya.
JA : Nyebarin bocorannya pakai apa?
AH : Pakai grup Line.
JA : Kapan bocoran itu dibagikan.
AH : Pagi-pagi sebelum UN dimulai.
JA : Siapa yang jadi koordinator grup?
AH : Ada temen aku. Tiap kelas beda-beda koordinatornya.
JA : Anggotanya siapa aja?
AH : Anggotanya temen-temen sekelas yang mau, mereka wajib bayar 200rb/orang. Aku ngga mau, makanya aku dikucilkan oleh mereka.
Saya maklum anak saya tidak mau ikut-ikutan grup tersebut, karena Alhamdulillah prestasinya bagus sejak kelas 10. Bahkan anak saya ini aktif menentang bocoran UN yang beredar di kalangan teman-temannya.
JA : Lalu, setoran anak-anak dikasih ke siapa? Siapa yang memberikan bocoran soal itu?
AH : Aku ngga tau. Mereka ngga pernah ngomong soal itu.
Esoknya (14/04/2015), info ini saya teruskan ke sebuah radio swasta yang sedang wawancara dengan pejabat Diknas tentang pelaksanaan UN SMA 2015. Pejabat Diknas rupanya juga telah mendapatkan informasi bocoran UN ini, dan akan menindak-lanjutinya.Â
Saya prihatin ketika Mendiknas dan jajarannya menyatakan bahwa pelaksanaan UN sukses tapi justru dikalangan pelajar, jawaban UN bocor kemana-mana.
Beberapa hari kemudian, saya dengar berita bahwa Polisi mengusut pembocor UN SMA yang mengunggah 30 bocoran soal UN SMA ke Google Drive. Mendikbud dan Polisi memang bertindak cepat untuk mengusut kasus ini tapi sayang, sampai hari ini saya tidak mendengar pengusutan tentang kebocoran soal UN di media sosial Line, BBM ataupun WA.
Informasi dari anak saya, setelah UN SMA selesai, grup-grup itu hilang begitu saja, sudah dihapus oleh adminnya.
Saya jadi tambah penasaran nih.
Kenapa Pemerintah hanya menemukan kebocoran soal UN yang di Google saja?
Padahal aroma kebocoran di media sosial justru lebih terasa dikalangan siswa?
Apakah bocoran yang di Google itu hanya pengalih perhatian?
Senin 04/05/2015, ada keponakan saya yang ikut UN SMP di Bandung. Saya ingin tahu kondisi UN SMP, apakah ada info kebocoran soal? Saya segera kontak kakak saya by WA. Ternyata jawabannya cukup mengejutkan.
Ini dari keponakan saya yang ikut UN SMP hari ini:
Makin prihatin ...Â
Rupanya, UN SMP juga sudah bocor kemana-mana ...
Pertanyaannya, siapa yang membocorkan?
Apa tujuannya?
Kita pakai logika saja ya ...
-----------------------------------
- Jika koordinatornya teman sekelas (SMP/SMA), bagaimana mungkin mereka berani mengumpulkan uang dan bagaimana cara mendapatkan bocoran soalnya? Apalagi jika tiap kelas punya grup masing-masing?
[ Kemungkinan itu pasti mengarah ke orang-orang kepercayaan mereka; oknum guru atau kepala sekolah ]
- Dari mana oknum guru atau kepala sekolah mendapatkan materi soal dan jawaban?
[ Kemungkinan dari oknum Diknas, selain punya bank soal, siapa pula yang bisa katrol NEM? ]
- Apa tujuan oknum-oknum tersebut membocorkan UN, selain bisnis?
[ Kemungkinan terkait perubahan isi Prosedur Operasional Standar (POS) UN 2015, dimana UN tidak lagi menentukan kelulusan siswa tetapi menjadi alat untuk Pemetaan Kualitas Pendidikan. Kepala  sekolah tentu tidak mau kualitas sekolahnya tidak terlihat baik sehingga dengan segala cara dilakukan agar kualitas pendidikan di sekolahnya terkesan tinggi ]
-----------------------------------
Ini analisa amatiran saya ...
Bagaimana analisa anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H