Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Insinyur - Instruktur, Trainer, Konsultan Sistem Manajemen + Bapak yang bangga punya 5 Anak + 1 Istri

Insinyur lulusan Usakti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pemerintah Bekerja, Rumah Tangga Jadi Korban

8 April 2015   10:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:23 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Setahu saya penundaan ini hanya berjarak satu bulan hingga 30 April. Jadi mulai 1 Mei depan dua golongan tadi tidak lagi disubsidi seperti 10 golongan lain yang sudah menggunakan tariff adjustment,” ujar Bambang Dwiyanto, Manajer Senior Komunikasi Korporat PT. PLN di Jakarta.
.
Dengan pemberlakuan mekanisme tariff adjustment, artinya pelanggan listrik golongan R1 dengan kapasitas 1.300 volt ampere (VA) dan 2.200 VA sudah tidak lagi menerima subsidi listrik dari pemerintah. Seperti yang kita ketahui, saat ini tarif untuk golongan ini masing-masing sebesar Rp 1.352 per kilo watt hour (kWh).
.
Sesuai Peraturan Menteri ESDM No.9 tahun 2014, penyesuaian tarif (tariff adjustment) tersebut akan dilaksanakan setiap bulan dengan mengacu pada tiga indikator pasar yang mempengaruhi biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Ketiga indikator tersebut adalah kurs rupiah terhadap dolar AS, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP), dan inflasi.
.

.

Baiklah, Pemerintah sudah mempunyai dasar hukum untuk menyesuaikan (baca: menaikan) tarif listrik rumah tangga mulai 1 Mei mendatang.
Tapi, apakah kenaikan tarif listrik ini adil untuk rumah tangga golongan menengah seperti kami?
.
Jaman dulu, orang tua kita selalu mengajarkan anak-anaknya: “Berani Berbuat Harus Berani Bertanggung Jawab”, jangan “Lempar Batu Sembunyi Tangan”.
Nah, dalam konteks kenaikan listrik ini apakah adil jika Pemerintah yang bekerja tapi kami, rumah tangga golongan menengah, yang kena getahnya?
Coba kita teliti satu persatu.
.


  • Kurs Rupiah terhadap Dolar AS

Sumpah, sudah puluhan tahun kami tidak memegang uang dolar AS. Kalaupun ada dari kami, golongan menengah, yang menyimpan uang dolar AS, rasanya tidak akan lebih dari 100-200 dolar. Tidak mungkin golongan menengah menyimpan sampai ribuan dolar AS sehingga mengakibatkan gejolak kurs rupiah. Dan jarang pula golongan menengah menggunakan mata uang dolar AS untuk berbisnis.
Yang bisa mengendalikan kurs Rupiah terhadap Dolar AS adalah Pemerintah. Pemerintahlah yang seharusnya mempunyai kewenangan dan kemampuan mengendalikan kurs Rupiah.
Lalu, jika kurs Rupiah terhadap Dolar AS anjlok karena ketidak mampuan Pemerintah menjaga kestabilan Rupiah, kenapa golongan menengah yang harus menanggung beban kenaikan tarif listrik???
.


  • Harga Minyak Mentah Indonesia

Kebanyakan golongan menengah adalah pekerja kantoran, pabrik, wiraswasta dan lain lain. Kami bukan konglomerat atau mafia yang mampu mengendalikan harga minyak mentah Indonesia. Kebanyakan kami hanya pemakai BBM bersubsidi, menggunakan BBM non subsidi saja tidak mampu.
Pemerintahlah yang mempunyai kewenangan dan kemampuan mengendalikan harga minyak. Pemerintah pun mempunyai Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri.
Lha, jika Pemerintah tidak mampu menjaga harga minyak Indonesia, kenapa golongan menengah yang harus menanggung beban kenaikan tarif listrik???
.


  • Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Bagaimana bapak-bapak yang duduk di pemerintahan bisa menyimpulkan bahwa inflasi disebabkan oleh golongan menengah?
Coba bapak-bapak lihat penyebab inflasi menurut ilmu ekonomi; Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi.
Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Lalu jika para ekonom Pemerintah tidak mampu menjaga kestabilan inflasi, kenapa golongan menengah yang harus menanggung beban kenaikan tarif listrik???
.
Ketiga indikator pasar yang mempengaruhi biaya pokok penyediaan listrik diatas jelas-jelas adalah pekerjaan Pemerintah tapi kenapa golongan menengah yang menjadi korbannya?
.

1428464083580979599
1428464083580979599

Gambar: HarianDepok.com
.
.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun