Kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia,
Ir. Joko Widodo
Mudah-mudahan Anda beserta jajaran sempat memperhatikan perkembangan data kasus covid-19 yang sedang melanda dunia hari ini. Saya sungguh terperanjat -- sekaligus sangat kecewa -- menyaksikan video yang mampir di telepon seluler beberapa hari lalu.
Berikut saya salin traskripsi kalimat Anda dari penggalan video berdurasi 27 detik itu:
"Tak perlu takut secara berlebihan dengan yang namanya virus corona. Karena virus corona dari data yang saya terima, 94% lebih penderitanya dapat disembuhkan. Jadi musuh terbesar kita saat ini adalah, bukan virus itu sendiri. Tapi rasa cemas, rasa panik, rasa ketakutan, dan berita-berita hoax serta rumor"
+++
Kapan pun video itu direkam, hal tersebut cenderung menunjukkan sikap gegabah seorang kepala negara. Entah siapa yang memberikan dan data mana yang dimaksud.
Agar tidak menjadi perdebatan yang tak perlu, mari kita sama-sama menggunakan data resmi yang tersedia. Saya lampirkan ringkasannya dalam beberapa slide (gambar) terlampir. Jika staf kantor Presiden ingin menelusuri, semuanya tersedia di dunia maya melalui situs-situs resmi organisasi dunia maupun masing-masing negara bersangkutan.
Tapi dengan sangat menyesal harus saya akui, data dan informasi yang disajikan pemerintah sangatlah dangkal. Tak banyak yang bisa di analisa lebih lanjut. Hal yang mestinya sangat dibutuhkan untuk langkah maupun tindakan lebih rinci yang dapat dilakukan.
Sementara, mari kita lihat kecenderungan yang berlaku global dan sudah terjadi di berbagai negara di dunia ini.
+++
Pertama, pahamilah jika gambaran ketika awal covid-19 ini merebak, kini telah berbalik 180 derajat. Hingga tanggal 11 Maret 2020 -- hanya 3 minggu lewat 2 hari sejak sekarang atau 10 hari sejak pemerintah mengumumkan kasus pertama di negeri kita -- jumlah kasus positif seluruh dunia yang tercatat baru 119.927 dan 68 persennya tercatat di Cina. Saat itu, Italia sudah mencatat 10.149 kasus (8,5%) sedangkan Spanyol 'baru' 1.695 kasus (1,4%).
Hari ini -- setidaknya sampai beberapa jam yang lalu -- jumlah kasus seluruh dunia telah melampaui angka 1 juta (hingga 3 April 2020 jam 15:00 jumlahnya 1.018.107). Cina yang katanya sudah 'berhasil' mengendalikan, hanya mencatat 81.260 kasus atau 8% dari keseluruhan. Sementara Amerika yang tanggal 11 Maret 2020 lalu belum menjadi perhatian kita, sudah membukukan 245.373 kasus (24%). Sedangkan Italia dan Spanyol masing-masing 115.242 (11,3%) dan 112.065 (11,0%).
Lonjakan 'membabi-buta' sebetulnya terjadi di berbagai negara di dunia ini. Tiba-tiba angka puluhan ribu seolah menjadi sesuatu yang biasa. Sebab, 3 negara telah membukukan di atas 100 ribu dan jauh 'meninggalkan' China -- silahkan lihat ilustrasi "Covid-19 Sudah Meledak Di Seluruh Dunia" di awal tulisan ini..
catatan: kita abaikan dulu berita berbagai media internasional saat ini yang menyampaikan keraguan berbagai kalangan terhadap fakta-fakta yang diungkap China.
+++
Kedua, berdasarkan kenyataan tersebut, saya kemudian mencoba mencermati durasi waktu yang dibutuhkan berbagai negara di dunia untuk mencapai jumlah kasus tertentu.
Mari kita amati, kapan kasus ke-100 dicatatkan masing-masing, lalu yang ke-1000, ke-10 ribu, dan terakhir ke-100 ribu .
catatan: negara-negara yang dipilih untuk dicermati adalah mereka yang telah mencatatkan kasus 10 ribu ke atas (13 negara kecuali China), plus Indonesia dan 2 negara tetangga yang kehidupan sosial-ekonominya 'relatif sepadan' dengan kita, yakni Malaysia dan Filipina --
Sebagian besar -- 10 dari 13 negara dengan kasus lebih dari 10.000 -- memang mencapai kasus ke-100 dalam tempo 25 hingga 45 hari sejak kasus pertama. Walaupun ada yang seperti kita (hari ke-14). Bahkan lebih cepat (Iran dalam 8 hari, sedangkan Turki dan Belanda masing-masing 9 hari).
Tapi cobalah perhatikan berapa lama waktu yang mereka butuhkan untuk mencapai kasus ke-1.000 sejak kasus ke-100 masing-masing. Durasinya terentang dari 4 hingga 14 hari dengan rata-rata 8,25 hari. Paling cepat, Turki, 4 hari, dan paling lama Filipina (14 hari). Indonesia sendiri mencatatkan kasus ke 1000-nya 12 hari setelah kasus ke-100.
Negara kita memang masih jauh dari 10 ribu kasus. Semua berharap dan berdoa khusus agar angka tersebut tak pernah ada. Tapi sekarang ini, kita harus melihat kenyataan yang berlangsung dan menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk.
Perlu dicatat bahwa 'tanggal kedatangan' kasus ke-1000 di Indonesia baru terjadi tepat seminggu yang lalu.
Lalu bagaimana fenomena di negara-negara lain yang saat ini sudah mencatat kasus di atas 10 ribu itu.
Dengan memisahkan Korea, ke-12 negara lainnya, rata-rata mencatatkan kasus ke 10 ribunya dalam rentang waktu 11 hari. Paling cepat 8 hari (Amerika, Spanyol dan Turki) dan paling lama 13 hari (Belgia). Sangat memprihatinkan karena rentang waktunya semakin sempit. Jika kasus ke 1.000 dicapai 4-14 hari, kasus ke 10.000 hanya berkisar 8-13 hari!
catatan: Korea sengaja dikeluarkan karena negara itu salah satu yang berupa keras hingga mampu menahan laju pertambahan kasus sehingga rentang waktu dari kasus ke 1.000 hingga ke 10.000 mencapai 37 hari
Artinya, Indonesia harus bersiap-siap jika dalam waktu 2 minggu setelah kasus ke-1000 kemarin, jumlah yang dinyatakan positif akan melampaui 10 ribu kasus. Kurang lebih sekitar akhir minggu kedua hingga pertengahan minggu ketiga April 2020 yad!
Meski pun baru 3 negara, saya sengaja menampilkan data pencapaian kasus ke-100 ribu yang sudah terjadi di USA ('hanya' 8 hari), Spanyol (15 hari), dan Italy (20 hari).
Patut di simak jika sore ini Jerman telah mencatat 84.794 kasus (mencapai 10 ribu, 16 hari lalu), Perancis 59.105 (kasus ke 10 ribu, 15 hari lalu), dan Inggris 33.718 (ke 10 ribu, 8 hari lalu).
Apakah kita tak bakal mencapai angka-angka itu?
Kita tak perlu takabur tak bakal terjadi meskipun sama sekali tak mengharapkannya terjadi!
Tapi dengan upaya dan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah di bawah kepemimpinan bapak Presiden Joko Widodo saat ini, tak pantaskah saya gelisah?
+++
Di mana-mana, upaya utama yang dapat dilakukan adalah semaksimal mungkin menghindari kontak. Untuk itu seluruh masyarakat dihimbau untuk menghindari kerumunan, menjaga jarak hingga tak bersentuhan dengan yang lain. Juga tidak terkena percikan liur.
Amerika juga menghadapi persoalan yang sama dengan kita, pak. Donald Trump enggan menngambil kebijakan 'national lock down' karena 80 persen masyarakatnya juga hidup dari nafkah yang diperoleh 'day to day'.
Saya bukan mempermasalahkan kebijakan lock-down atau bukan. Tapi, sudahkan bapak Presiden bayangkan bagaimana menghadapinya jika ledakan kasus di negeri kita benar-benar terjadi?
catatan: mungkin justru lebih terbaca dari korban meninggal dunia karena terbatasnya kemampuan kita untuk melakukan tes dan mendata yang 'true positive'
+++
Fakta sudah berbicara -- terlepas kebenarannya saat ini sedang dipertanyakan berbagai pihak di dunia -- 83,3% covid-19 di Cina terkonsentrasi di Hubei, propinsi di mana kota Wuhan berada.
Episentrum penyebaran di Amerika terletak di New York. Pada slide yang berjudul "Data Saat Kasus Pertama Diitemukan di Masing-Masing Negara Bagian USA" dapat dilihat pola penyebarannya. Hal tersebut semakin jelas jika dilihat dari peta tematik jumlah kasus yang berkembang di seluruh dataran Amerika dilihat dari radiusnya terhadap New York.
+++
Tapi ada yang menarik dari kedalaman data yang disajikan Italia tapi tidak dimiliki pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Bapak hari ini.
Italia membuka data jumlah penduduknya yang di-tes sehingga prosentase dari mereka yang dinyatakan positif dapat kita ketahui. Di Lambordia dan sekitarnya, 1/3 dari penduduk yang dites ternyata terbukti positif. Lalu dari yang positif tersebut bisa diketahui jumlah yang meninggal dunia.
Misalnya Lambordia sendiri. Tanggal 30 Maret kemarin, 42.161 atau 38% dari masyarakat yang di tes, dinyatakan positif. Jumlah tersebut adalah 41,4% dari angka Nasional. Tingkat kematiannya sebesar 16,2 persen.
+++
Jika bapak Presiden ragu atau bahkan tak mampu menyediakan kebutuhan pokok agar masyarakat Indonesia tak berkeliaran dan taat mematuhi himbauan tak keluar rumah, itu adalah satu hal.
Tapi menganggap enteng bahkan menyebut angka yang sulit dipertanggung-jawabkan -- terlebih lagi jika besok ternyata terbukti sangat keliru mengingat trend statistik yang berlangsung dimana-mana di atas tadi -- akan menjadi persoalan tersendiri.
Saya sertakan angka CFR sebulan terakhir di sejumlah negara, untuk bahan renungan bapak. CFR itu mencerminkan jumlah yang meninggal dunia dari mereka positif terpapar SARS-CoV-2. Indonesia terus menanjak, pak.
Bapak sesungguhnya sedang mempertaruhkan kepercayaan masyarakat yang hari ini memang sungguh-sungguh tidak berdaya.
Mardhani, Jilal -- 3 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H