Selasa pagi kemarin, seorang kawan berkirim pesan di grup media sosial alumni, "Amir Sambodo meninggal dunia".
Tanggapan pertama yang muncul, "Sakit apa?"
Dijawab oleh rekan lain yang mungkin telah mengetahui kabar itu, "Covid."
+++
Saya kenal mas Amir, juga kembarannya Umar, saat masih duduk di bangku SMA. Indekost mereka berdua yang saat itu sudah kuliah di ITB, terletak di belakang sekolah saya. Teman sekelas sekaligus sahabat saya, juga mondok di tempat yang sama. Sehabis jam pelajaran, sebelum pulang, saya kerap mampir di sana.
Perjumpaan akrab kami yang terakhir berlangsung sekitar 2 tahun lalu. Mas Amir mampir di gerai Circle K yang terletak di Jl. Pakubuwono, Jakarta. Saya kebetulan berbelanja di sana juga. Sambil menunggu putri bungsu yang sedang latihan di lapangan olahraga Jl. Patiunus.
Kami kemudian bersenda-gurau sambil bertukar cerita. Kurang lebih 15 menit. Sementara keluarganya menunggu di kendaraan yang terparkir di halaman depan. Setelah itu, untuk beberapa waktu, saya dan mas Amir sering berbagi informasi dan menanyakan kabar satu dengan yang lain.
Kesibukan masing-masing membuat komunikasi kami terhenti. Walaupun sesekali, dalam sejumlah perhelatan, masih sempat bertemu. Dari kejauhan, setidaknya saya dan mas Amir masih sempat saling melambaikan tangan.
Selasa pagi kemarin, beliau telah mendahului kita semua. Menyusul puluhan korban lain dari Indonesia yang diduga terjangkit wabah virus SARS-CoV-2 yang sedang mendunia.
+++
Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) ini memang tak pandang bulu. Cara kerjanya misterius. Seluruh manusia di muka bumi ini dimusuhinya. Jabatan dan harta tak mampu menjadi penawar.