Alasan pertama dan utama, adalah peluang kekuasaannya yang maksimal hanya berlangsung 5 tahun ke depan. Sepanjang konstitusi kita tak berubah, periode kepemimpinan beliau jika terpilih lagi, adalah yang terakhir. Adalah sangat konyol jika Joko Widodo masih juga melakukan berbagai kompromi politik dalam masa kekuasaannya yang kedua nanti.
Selain bukti sejarah yang telah menunjukkan --- betapa tak secuil pun kepentingan pribadi maupun keluarganya yang mengambil manfaat dari kekuasaan yang dimiliki --- Joko Widodo juga tak memiliki keterikatan batin terhadap partai-partai politik yang mengusungnya.
Hal lain, sosok Joko Widodo yang kita kenal dan pahami selama ini, selalu mengutamakan penuntasan dari kerja-kerja yang telah dimulainya. Maka 5 tahun kekuasaan periode berikutnya adalah satu-satunya kesempatan bagi dirinya untuk menuntaskan segala yang telah dimulai sehingga siap diserah-terimakan dan tidak disia-siakan oleh siapa pun yang meneruskannya nanti.
Lihatlah keberadaan MRT sebagai contoh konkritnya. Bagaimana pun, hal yang sudah dimulainya saat menjadi Gubernur DKI Jakarta itu, kini akan sulit dihentikan. Betapa pun berbeda pandangan politik dari penerusnya.
+++
Apakah Prabowo dan Sandi tak mampu melakukan hal yang saya harapkan pada Joko Widodo itu?
Persoalannya bukan pada kemampuan. Tapi tentang kemauan. Terlalu banyak pertimbangan dan kepentingan lain yang bakal menyerobot. Baik dari partai-partai politik dan para pendukungnya. Maupun hal-hal yang terkait kepentingan pribadi.
Paling tidak, bagaimana pun, mereka berdua akan sibuk memikirkan bagaimana melanjutkan kekuasaan pada periode 2024-2029 mendatang, bukan?
Jilal Mardhani, 12 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H