Sangat patut dikhawatirkan jika "kapitalisme negara" tersebut juga merambah pada usaha-usaha yang tidak memiliki nilai strategis dan telah menjadi domain persaingan pasar sempurna. Seperti perusahaan-perusahaan konstruksi, perhotelan, perumahan, pusat perbelanjaan, dan seterusnya.
Selain pada usaha-usaha strategis yang sungguh-sungguh berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas, Pemerintah yang mewakili negara seyogyanya berperan untuk menggairahkan perkembangan usaha dan persaingan yang sehat berlangsung di tengah masyarakat.
Kapitalisme Negara di tengah Indonesia yang semerawut ini, justru menjadi "pelumas" utama yang menggairahkan persaingan politik untuk saling memperebutkan kekuasaan secara semakin jorok dan tak beradab. Sebab, menduduki kekuasaan berarti membuka akses terhadap "nominee" pemegang saham pada badan-badan usaha milik Negara. Sementara kepiawaian dalam tata kelola pemerintahan demi kepentingan seluruh bangsa dan Negara --- yang selama ini terbengkalai hingga dirasuki budaya korupsi, kolusi, nepotisme yang akut --- tak kunjung terbenahi.
Termasuk memastikan usaha-usaha strategis yang dimiliki dan dikuasai Negara betul-betul difungsikan dan berprilaku untuk kepentingan seluruh masyarakat luas, dari Sabang hingga Marauke, dari Miangas hingga Rote.
Bagaimanapun Joko Widodo tak selamanya menjadi Presiden Republik Indonesia.
Jilal Mardhani, 13 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H