Pertama melalui gerakan massa untuk memaksa mereka mundur seperti yang terjadi tahun 1998 lalu. Hal yang kini tak mudah dilakukan. Sebab, ketika kita muak lalu bergerak menjatuhkan Orde Baru dulu, Suharto dan kroninya merupakan musuh bersama berbagai pihak.
Kini, kita terpecah dalam berbagai faksi yang kadang-kadang justru terperangkap memanfaatkan kekacauan yang terjadi, demi upaya mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok.
Reformasi 1998 itu juga memberi pengalaman pahit yang sangat berharga. Perubahan seketika (revolusi) selalu disertai resiko (collateral damages) yang jauh lebih buruk.
Cara kedua tetap membutuhkan gerakan massa. Tapi bukan dengan cara menuntut dan memaksa pembubaran mereka seperti dulu. Walau tak mudah, sistem demokrasi yang sudah ada dan berdiri sekarang perlu kita pertahankan. Sekaligus disempurnakan.
Oleh karena itu, kita perlu menggunakan keistimewaan yang dimiliki hak suara untuk memilih dan menempatkan mereka di lembaga eksekutif (mulai dari Presiden hingga Bupati) maupun lembaga perwakilan rakyat.
Jangan sia-siakan!
Betul kalau sebagian besar --- mungkin mendekati 100 persen, anggota DPR maupun DPRD yang ada sekarang perlu disingkirkan atau diganti dengan darah segar dan penuh gairah membenahi sekaligus membangun Indonesia. Tapi kita perlu memastikan agar tak tertipu bulat-bulat oleh janji kosong seperti yang telah terbukti berulang kali sejak 1999 lalu.
Kita perlu bersatu untuk mendesaknya.
Pertama, lupakan soal partai politik yang mengusung setiap yang mencalonkan diri pada tahun 2019 mendatang. Sebaliknya, kita harus mampu mendesak komitmen tegas mereka untuk menyingkirkan kepentingan partainya dan menempatkan kita sebagai prioritas satu-satunya.
Kedua, kita harus bisa memastikan jaminan mereka untuk menyingkirkan rekan-rekan separtainya sendiri yang ternyata terbukti bersikap lancung dan biadab, seperti yang dipertontonkan sebagian (besar) wakil rakyat sekarang.
Ketiga, kita hanya memilih mereka yang bersedia membuka jati dirinya. Mulai dari rantai keluarga, harta kekayaan, dan aktifitas harian. Semuanya tertera jelas pada kanal khusus yang dapat diakses publik setiap saat. Menjadi wakil kita (rakyat) adalah PENGORBANAN. Siapapun yang tak bersedia melakukannya layak dicurigai memiliki kepentingan pribadi atau kelompok. Kita mungkin bisa berharap kepada "new kids on the block" yang mengikhlaskan diri bertarung dalam pemilihan 2019 nanti. Bukan kepada mereka yang bersalin rupa dengan lambang dan seragam kelompok yang baru.