Sebagian pemangku kekuasaan Negara dan pemerintah justru rajin bersekongkol --- padanan kecil lainnya dari kata gotong-royong --- untuk mencuri bahkan merampok kekayaan Negara demi keuntungan pribadi masing-masing.
Saya kira, Joko Widodo terlalu 'njawani' untuk mengatakan, "heh, ubah (revolusi) mentalmu yang bermasalah itu!"
Persoalannya, masalah mental Indonesia hari ini memang tak mungkin bisa berubah tanpa upaya sungguh-sungguh yang disertai sikap keras dan tegas.
Masalah mental tersebut telah berlangsung berlarut-larut dan begitu ruwet sehingga semakin memporak-porandakan harapan untuk memiliki keempat karakter yang disebut sebelumnya.
***
Lalu, apa saja yang sesungguhnya disebut sebagai permasalahan mental bangsa kita ini?
Pertama, mental terjajah.
Ini memang soal yang paling runyam. Mula-mula, kita dijajah bangsa asing selama tiga setengah abad. Setelah mereka hengkang, gantian bangsa sendiri yang menjajah kita. Setidaknya hingga 1998 ketika gerakan reformasi bergulir. Setelah itupun 'semangat' itu berulang kali muncul ke permukaan. Walupun dalam skala otoritarianisme yang berbeda tapi pengaruhnya cukup mencengkeram.
Kedua, mental jongos.
Masalah ini memang merupakan ikutan dari mental terjajah tadi. Sebagai bangsa yang dijajah berabad-abad, bahkan setelah memproklamasikan kemerdekaannya, pengalaman terbanyak yang dilakoni memang sebagai jongos. Seandainya pun bernasib lebih baik --- seperti diangkat jadi raja atau pemimpin pada kelompok-kelompok kecil bentukan sang penjajah --- tetap saja menjadi jongos yang harus patuh terhadap tuannya.
Ketiga, mental maling.