Setiap kebijakan yang berkait dengan keberlangsungan transportasi kota sejatinya memang harus disertai dengan kajian yang menyeluruh dan terpadu dari berbagai aspek. Sebab, sebagian besar aktivitas perjalanan masyarakat perkotaan yang berlangsung sehari-hari adalah keniscayaan.
Hal yang harus bahkan wajib mereka lakukan. Bukan berupa suatu kemewahan atau aktivitas iseng belaka. Misalnya pada mereka yang melakukan perjalanan untuk bekerja, ke sekolah, atau belanja kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi, dalam kondisi apa pun dan bagaimana pun, sebagian besar perjalanan yang dilokoni masyarakat perkotaan tersebut memang tak mungkin dihindari sebagai bagian utama dari kehidupannya.
Maka sejak pertemuan paling awal ketika menghadiri undangan tersebut, hal pertama yang saya sampaikan adalah ketersediaan data lalu-lintas harian pada ruas-ruas jalan yang menghubungkan hunian para atlet dengan gelanggang-gelanggang olahraga yang akan mereka gunakan.
Termasuk profil detail dari prasarana jalan-jalan rayanya. Sebab, persoalan yang harus dicermati memang bukan soal perencanaan transportasi di masa depan. Tapi adalah hal yang berkaitan dengan rekayasa lalu-lintas yang dapat dan mungkin dilakukan segera untuk mengantisipasi kebutuhan Asian Games XVIII.
Salah seorang pejabat yang hadir pada pertemuan tersebut menyatakan data yang saya mintakan ada dan dapat disediakan. Katanya, mereka memiliki rekamanan CCTV (close circuit television) yang dapat diuraikan dengan menggunakan software tertentu. Konon sudah ada yang mampu menyediakannya.
***
Pada pertemuan-pertemuan berikut, saya selalu menanyakan terlebih dahulu informasi dasar yang dibutuhkan tadi. Alih-alih menyediakannya, mereka justru terlihat "sangat progresif" dengan rancangan kebijakan pembatasan lalu lintas "ganjil-genap" yang hari ini ternyata mulai diuji-cobakan itu. Juga tentang pemberlakuan pembatasan lalu-lintas di jalan-jalan tol. Termasuk penutupan sejumlah akses keluar-masuknya.
Saya yang hadir pada sejumlah pertemuan resmi yang mereka selenggarakan tersebut menduga, kebijakan itu dirancang dalam suasana panik yang tak perlu. Juga tidak disertai dengan pertimbangan obyektif yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Paling tidak dalam hal risiko, manfaat, dan peluang sukses yang bakal dicapai.
Maka pada saat koordinasi terakhir yang saya hadiri dan diikuti oleh sejumlah pimpinan lembaga terkait ---di antaranya Kepala Dinas Perhubungan DKI dan Direktur INASGOC yang bertanggung jawab pada bidang transportasi atlet ---saya mengajukan pertanyaan paling pokok yang mestinya terjawab dalam setiap kali sebuah keputusan akan diambil: "Bagaimana skenario alternatif lain yang telah dikaji sehingga kebijakan ganjil-genap menjadi pilihan terbaik?"
Tak ada!
Sejak saat itu, saya hanya sekali lagi bertemu dengan Kepala BPTJ dan sejumlah staf beliau di kantornya. Pada kesempatan itu pun saya masih berupaya meyakinkannya untuk melakukan kajian lebih jauh terhadap kebijakan yang diduga sangat riskan tersebut. Termasuk skenario alternatifnya.