Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjelang Pilkada Serentak 2018, Jadilah Warga Negara yang Cerdik

26 Juni 2018   20:46 Diperbarui: 26 Juni 2018   21:21 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koalisi Antar Partai pada Pilgub 2018 (Kontan.co.id)

Lupakan partai politik pendukung calon kepala daerah yang akan berkompetisi serentak di 17 propinsi dan 154 kabupaten/kota besok. Pilih saja pasangan yang memiliki rekam jejak, kapasitas, dan kemampuan melakukan perubahan dan mewujudkan janji-janjinya.

Bahwa mereka terpaksa maju dengan dukungan partai politik, harus kita maklumi sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi yang dianut Indonesia sekarang. Apa boleh buat.

+++

Perhatikanlah per-koalisi-an yang dilakukan partai-partai itu di berbagai daerah yang melaksanakan pilkada besok. Bagaimana mungkin di tingkat Nasional mereka berseberangan dengan sengit --- bahkan tak jarang menggunakan cara-cara yang bengis dan amat menyakitkan --- tapi di sejumlah daerah malah bermesraan dan memadu kasih agar jagoan yang dicalonkannya terpilih?

Inilah salah satu akar masalah yang menyuburkan budaya KKN di bumi pertiwi ini. Permulaan dari maraknya permisivisme akibat hutang budi yang berujung aksi 'terorisme' politik. Dalam hal demikian, kepentingan kelompok yang sempit akan sulit dihindari. Sementara hal-hal yang menjadi kebutuhan publik luas, semendesak apapun, justru akan sering tersandera bahkan hingga kehilangan prioritasnya.

+++

Kalau begitu, bagaimana cara mudah untuk menentukan pilihan besok?

Pertama, cari pasangan calon kepala daerah yang menawarkan pemikiran-pemikiran realistis dan memiliki optimisme mewujudkannya. Abaikan pasangan yang tak mampu menawarkan gagasan moncer. Tapi justru sibuk mencari-cari kesalahan lawan.

Apalagi pasangan calon yang rajin dan terus berputar di pusaran SARA. Atau mereka yang seolah-olah prihatin dengan keadilan dan kemiskinan masyarakat yang terpinggirkan. Sementara di sisi lain, sepanjang hidupnya sosok-sosok itu berkarir di pemerintahan atau lembaga Negara. Dan saat ini justru telah memiliki kekayaan yang berlimpah.

Jika demikian nyalakan nurani dan daya nalar Anda. Sebab, tobat karena menyadari kesalahan sehingga ingin melakukan kebaikan, tak mungkin sesederhana itu. Fakta-fakta yang telah banyak terkuak justru menunjukkan aneka kemunafikan. Biasanya malah berujung dengan memperkaya diri, kelompok, atau 'centeng' politiknya. Tak sedikit kan yang berakhir di tangan KPK?

+++

Kedua, pilih pasangan calon yang berani bersikap dan berdiri di belakang kaum minoritas. Mereka yang dimaksud tentu bukan kelompok elit, superkaya, dan cenderung tak tersentuh hukum. Tapi justru para penganut agama atau kepercayaan minoritas yang selama ini terpinggirkan dan selalu digiring untuk mengalah. Atau kelompok gay, lesbian, maupun transgender yang tak pernah bermimpi tentang kodratnya dilahirkan demikian. Dan minoritas lainnya.

Calon yang selalu 'cari muka' atau cenderung menyenangkan hati kaum mayoritas tapi tak pernah menggubris nasib minoritas, biasanya memiliki kecenderungan otoriter. Juga menghalalkan segala cara demi kekuasaan.

Ketiga, pilihlah mereka yang sanggup mengatakan benar adalah benar. Bersikap kesatria terhadap ucapan, laku, dan tindakan. Tak gentar untuk mengingatkan, melarang, dan mencegah hal-hal yang keliru, terlarang, maupun batil. Meski pun terhadap mereka yang kehidupan sosial ekonominya hari ini kurang beruntung.

Salah satu kesalahan kita setelah 20 tahun Gerakan Reformasi, adalah dalam hal toleransi berlebihan terhadap berbagai penyimpangan prilaku yang terlanjur dianggap wajar dan benar. Meskipun nyata-nyata salah dan terlarang. Termasuk premanisme yang diungkapkan atas nama rakyat miskin dan tak berpendidikan.

Keempat, carilah pasangan yang tak bernafsu pada (fasilitas) kekuasaannya. Sebaliknya, telisiklah mereka yang membutuhkan (kemampuan dan daya tawar) kekuasaan agar dapat menegakkan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan sosial.

+++

Waktu tersisa memang hanya tinggal beberapa jam sebelum menuju kotak suara besok. Mungkin Anda tak sempat secara khusus memperhatikan ke empat parameter di atas. Bahkan bisa jadi malah terjebak dengan berbagai sandiwara politik yang dilancarkannya selama ini. Jika jeli melihat akrobat per-koalisi-an partai-partai politik dalam mengusung calon-calon pada 171 pilkada besok, semestinya maklum bahwa semua perdebatan, pertentangan, bahkan perkelahian selama ini, bukan tentang Anda dan masa depan bangsa. Tapi soal kekuasaan yang bisa terus mereka permainkan dengan asyik. Sebab mereka mengira Anda tak mengerti dan tak mampu memahami.

Buktikan mereka keliru!

Buka nurani Anda, kerahkan daya talar Anda, dan gunakan saja insting Anda.

Jika ternyata Anda meragukan pasangan calon terpilih tak mampu memenuhi kriteria-kriteria di atas, sebaiknya urungkan saja niat untuk memilihnya. Carilah alternatif yang lain. Jika tak ada pilihan, lebih baik besok menikmati liburan saja.

Selamat bersikap bagi yang berhak memilih pada Pilkada besok

Jilal Mardhani, 26 Juni 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun