Kita semua tentu ingin mensukseskan perhelatan Asian Games XVIII yang akan diselenggarakan beberapa bulan mendatang. Sebelumnya kita pernah menjadi tuan rumah pesta olahraga yang sama pada tahun 1962. Baru kali ini Indonesia berkesempatan melakoninya lagi.
Semula, tuan rumah Asian Games yang seyogyanya dijadwalkan pada tahun 2019 tersebut, adalah Vietnam. Tapi mereka mengundurkan diri karena sedang dilanda krisis ekonomi. Lalu, di masa paling awal pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla itu, para pemimpin Olympic Council of Asia (OCA) yang bertemu di Incheon, Korea Selatan --- menjelang pembukaan Asian Games XVII tahun 2014 --- menyepakati tawaran Indonesia untuk mengambil alihnya.
Karena tahun depan (2019) Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi untuk memilih anggota legislatif maupun Presiden periode 2019-2024, jadwal perhelatan tersebut kemudian kita minta untuk dimajukannya ke tahun 2018. Usul tersebut disetujui. Memaknai 'keindahan' angka-angkanya, kemudian ditetapkanlah tanggal pembukaan Asian Games ke 18 itu pada 18-8-2018.
Keputusan telah dilakukan dan semestinya pula, seluruh bangsa Indonesia mempertanggung-jawabkan diri sebagai tuan rumah yang ramah dan baik sehingga memuaskan seluruh tamu yang hadir, bertanding, dan berpesta kelak. Kita mengharapkan mereka nyaman, bahagia, dan membawa kesan persahabatan yang indah, saat usai dan kembali ke negara mereka masing-masing nanti.
+++
Salah satu ukuran keberhasilan kita dalam menyelenggarakan pesta ini, adalah soal waktu tempuh yang dilalui setiap kontingen peserta, untuk melakukan perjalanan dari penginapan ke gelanggang olahraga tempat mereka bertanding. Indonesian Asian Games Organizing Committee (INASGOC), organisasi resmi yang ditunjuk pemerintah untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaannya, harus memastikan perjalanan atlet dari penginapan ke lokasi pertandingan dapat ditempuh maksimal selama 30 menit.
Tapi kali ini, selain sejumlah pertandingan yang diselenggarakan di Palembang, kota kedua yang kita fungsikan sebagai tuan rumah Asian Games, pemerintah Indonesia telah menyediakan fasilitas baru bagi penginapan atlet di Kawasan Kemayoran. Jaraknya dari Gelora Bung Karno --- lokasi utama tempat sebagian besar cabang olahraga dilaksanakan --- terpaut antara 18 hingga 29 kilometer. Tergantung dari rute lintasan yang dipilih. Jarak normal terdekat adalah 18 kilometer (alternatif #1). Dicapai melalui jalan-jalan raya dalam kota yang melintasi Jl. Suprapto, Pasar Senen, Pejambon, Merdeka Utara, Merdeka Barat, Thamrin, dan Semanggi.
Jalur tersebut di atas akan melalui jalan-jalan arteri, melintasi kawasan perkotaan yang sejak puluhan tahun lalu telah dikenal padat dan sibuk. Meskipun lebih jauh, rute lain yang melalui jalan tol dalam kota --- baik yang menggunakan lintasan utara (alternatif #2: melalui Ancol dan Grogol sepanjang 29 kilometer) maupun selatan (alternatif #3: melalui Cawang dan Semanggi sepanjang 22 kilometer) --- biasanya dapat ditempuh lebih cepat. Apalagi pada jam-jam sibuk.
Walau demikian, saat ini kepadatan lalu lintas pada ketiga alternatif lintasan tersebut memang sangat tinggi. Pada saat-saat sibuk, menempuhnya dalam waktu 30 menit atau kurang, hampir tak mungkin dilakukan. Bahkan tetap tak mudah meskipun telah menggunakan pengawalan khusus.
Sebagian cabang olahraga diselenggarakan pada gelanggang-gelanggang yang tak terlalu jauh dari Wisma Atlet. Selain yang mengambil tempat di kawasan Kemayoran sendiri (angkat berat, tenis meja, gimnastik, tinju, dan bridge), ada juga yang berlangsung di Ancol (jetski, layar), Pulo Mas (cycling, equestrian), dan Rawamangun (baseball). Untuk atlet cabang olahraga yang dilaksanakan pada lokasi-lokasi tersebut, persoalan waktu tempuh maksimal yang dipersyaratkan dari dan ke Wisma Atlet, kelihatannya lebih mudah diatasi.
Tapi sebagian yang lain ada yang diselenggarakan di lokasi yang cukup berjauhan dari Wisma Atlet Kemayoran. Misalnya seperti Simprug (bola voli), Pondok Indah (golf), TMII (pencak silat), dan Cibubur (handball). Bahkan ada yang dipertandingkan di Subang (bersepeda), Cikarang (rugby), Majalengka (canoe), dan Puncak (paralayang).