Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilema Wajib Pajak Indonesia

20 Maret 2018   12:33 Diperbarui: 20 Maret 2018   15:12 3012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka dilema yang sangat mungkin dialami siapa pun pembayar pajak Indonesia hari ini, segera menerpa saya. Jika saya tak mencamtumkan penghasilan honor dan ongkos transportasi yang diterima tersebut pada SPT, suatu saat sangat mungkin menjadi masalah subversif karena jejak penghasilan itu, sesungguhnya sudah terekam. Jangan lupa, saya sudah menyerahkan identitas termasuk NPWP, mereka telah mencantumkannya pada formulir penyerahan honor dan ongkos transportasi itu, dan saya sudah menanda-tangani dan menerima uangnya.

Tapi tetap mencantumkannya di dalam SPT tahunan, tanpa Bukti Potong PPh yang dikeluarkan instansi yang membayarkan honor dan ongkos transportasi itu, saya tak bisa mengakui bagian PPh 21 yang pernah dibayarkan. Artinya saya tak bisa menggunakan sebagai pengurang dari jumlah pajak terhutang tahun lalu yang harus dibayarkan. Secara pribadi tentu saya dirugikan. Sebab, saya berarti telah membayar pajak lebih besar dari yang seharusnya menjadi kewajiban.

Jadi sesungguhnya negara akan berutang kepada saya yang telah membayar lebih. Kelak jika Bukti Potong PPh tersebut saya terima, mungkin masih bisa dikreditkan atau mengupayakan restitusinya. Ini berarti menjadi urusan tak perlu yang akan menyita waktu dan tenaga yang mungkin jauh lebih mahal. Tapi jika administrasinya tidak dilakukan maka ketentuan perpajakan akan menempatkan saya sebagai pihak yang bersalah.

+++

Tapi rekan yang nyeletuk di grup media sosial tadi, juga pernah beberapa kali menyertakan saya sebagai fasilitator program pelatihan yang diselenggarakannya. Setelah selesai, dia juga selalu mentransfer sejumlah honor ke rekening pribadi saya.

Terus terang, saya hampir lupa pernah menerima pendapatan yang terkait dengan kewajiban pajak pribadi dari rekan tersebut. Mungkin karena sepanjang tahun 2017 lalu, kami hanya melakukannya beberapa kali yang satu dengan lainnya berselang cukup lama. Celetukannya soal kepemilikan NPWP kemudian mengingatkan saya sehingga langsung menghubunginya melalui jalur pribadi.

"Mas, honor yang pernah diserahkan kepada saya sudah dipotong pajak?"

"Belum dipotong kok Mas," jawabnya.

Saya menduga perusahaan yang digunakan untuk mendapat pekerjaan pelatihan tersebut semestinya terkategori PKP atau Pengusaha Kena Pajak kecuali masih tergolong kecil karena omsetnya masih di bawah Rp 4,8 miliar. Saya tak tahu apakah dengan demikian menggugurkan kewajiban untuk memungut PPh 21 dari honor yang diserahkannya kepada saya.

"Kalau gitu, tolong nama perusahaan dan NPWP nya saja mas, biar saya cantumkan di SPT".

Kelihatannya dia keberatan untuk menyerahkan data-data itu. Kilahnya, staf keuangan mereka hanya membukukan sebagai pengeluaran (expenses). Saya kemudian memastikan apakah penerimanya mencantumkan nama dan NPWP pribadi saya. Jawabnya, tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun