Saya juga menghimbau sebagai engineer yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang pendidikannya dibiayai negara tapi tak pernah dimanfaatkan bangsa sendiri. Melainkan oleh bangsa asing yang datang menawarkan bantuan bagi negeri ini demi kepentingannya di sana. Tentu saya paham jika presiden kita tak bisa serta merta memberdayakan sumber daya yang bertebaran dan selama ini hanya diperlakukan sebatas tenaga administrasi, "salesman", "broker", atau "cecunguk" penguasa kapital semata.
###
Satu-satunya yang saya sesalkan adalah kenyataan bahwa Presiden Joko Widodo bukan "superman". Dia tak bisa merdeka sepenuhnya melakoni hal yang harus dan perlu.
Maka wajarlah jika disana-sini terdapat kekurangan, belum tertangani sempurna, atau luput dari perhatiannya. Dia manusia biasa yang hanya punya waktu tak lebih dari 24 jam sehari seperti kita semua. Beliaupun masih membutuhkan sebagian dari waktu tersebut untuk beristirahat dan merenung.
Hal itu tentu bukan sesuatu yang sulit untuk dipahami. Terlepas kebenaran dari 3 hal yang dikemukakan "sang mahasiswa dengan kartu kuning" itu, tidakkah semestinya kita menyisakan sedikit ruang komunikasi kepada dia dan presidennya?
###
Joko Widodo terbukti menanggapi aksi itu dengan bijaksana. Bahkan beliau menyatakan akan "mengajak" --- saya yakin maksud presiden adalah demikian, bukan "mengirim", karena hal itu bermakna perintah yang tak relevan dan boleh mereka abaikan --- mahasiswa itu bersama rekan-rekan BEM UI lainnya (berkunjung) ke Asmat.
Memahami sepak terjang, tutur bahasa, serta gaya dan cara yang ditampilkannya selama ini, Joko Widodo bukan presiden yang gemar menyudutkan, apalagi mempermalukan orang lain.
Jadi, beliau sesungguhnya ingin mengajak sang "mahasiswa pemberi kartu kuning" itu, untuk turut membantu negara yang dipimpinnya dalam menyelesaikan persoalan di sana.
Bukankah memang demikian semestinya?
###