Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ilusi Ibu Kota yang Baru

15 Desember 2017   16:44 Diperbarui: 16 Desember 2017   14:51 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.qzprod.files.wordpress.com

Bagi saya --- tanpa mengurangi rasa hormat kepada siapapun yang telah mencoba memikirkannya --- gagasan itu hampir mustahil dilaksanakan hari ini.

Ongkos dan pengorbanan yang harus dikeluarkan, terlampau besar dan tak bakal sebanding dengan manfaatnya. Apalagi jika memasukkan variabel Revolusi Budaya Digital yang kini sedang berlangsung gencar. Pertumbuhan eksponensial yang menyertai era "internet of things" itu, sesungguhnya menuntut semua pihak ---termasuk negara dan pemerintah--- sigap menata ulang sistem nilai dan peradaban sehari-harinya. Sebab, digitalisasi segera menghadirkan "demokrasi" yang sejati dan sesungguhnya.

Demokratisasi digital memungkinkan pilihan siapapun terhadap apapun, mendekati kesempurnaan seleranya. Setiap individu semakin dimungkinkan untuk memilih, menggunakan, dan meyakini hal-hal yang sesuai dengan minat dan keinginannya sendiri. Juga menyingkirkan atau menghindar dari semua yang tak diperkenankannya. Maka ruang pemakluman dan tolerasi terhadap kekurangan atau ketidak sempurnaan pun menjadi semakin sempit.

Hari ini, berbagai sistem konvensional --- termasuk berbangsa dan bernegara --- memang masih banyak yang leluasa menagih, bahkan menuntut, pengertian dan kerelaan "pengguna" atau "konsumen" untuk menerima ketidak-sesuaian "kecil dan minor". Lalu agregasi yang berkedok stabilitas dan kepentingan umum, kerap terpeleset menjadi siasat kekuasaan mempermainkan tirani mayoritas. Suka atau tidak, hal yang sesungguhnya acap terjadi, adalah pemaksaan makna kebersamaan. Bukan hanya dengan cara-cara halus yang menyingkirkan selera dan minat minoritas. Tapi juga melalui siasat licik dan muslihat yang culas.

Bukankah pernyataan itu yang paling tepat untuk menggambarkan berbagai drama kekuasaan yang dipertontonkan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat kita --- maupun politisasi identitas suku-agama-ras-antar golongan di tengah masyarakat --- akhir-akhir ini?

Menolak Revolusi Budaya Digital yang sebetulnya sedang menyerbu setiap sendi kehidupan kita, sama dengan mengaminkan fenomena katak yang tetap tenang berenang kesana-kemari di dalam panci air yang sedang direbus. Tanpa disadarinya, pada suatu titik didih tertentu, ia akan mati sia-sia di sana.

Digitalisasi telah memudahkan fenomena pemurnian berbagi kepentingan yang nyata. Bukan hanya secara ekonomi --- kerap disebut sebagai "sharing economy" --- tapi juga sosial, budaya, politik, bahkan ideologi.

Digitalisasi memang membuka bermacam peluang pemberdayaan keterbatasan dan kendala masa lalu yang mampu mengecoh (deception) sehingga kita tak mampu menyangka tentang perubahan yang "sesungguhnya". Kebiasaan dan adat-istiadat yang sebelumnya jamak, bisa dan mampu bergeser, berganti, bahkan berubah menjadi fenomena yang baru (disrupsi).

Maka berbagai peniadaan fungsi dan peran agregasi konvensional pun segera berlangsung. Disebut sebagai proses dematerialisasi. Bukan hanya terhadap wadah yang bermakna fisik (tangible) tapi juga yang bukan (intangible). Menyaksikan tayangan audio-visual mutakhir dengan kecanggihan teknologi yang paling sempurna, tak lagi harus bersusah payah ke teater yang terletak di pusat kota.

Membaca artikel penting dan menarik minat, tak lagi diharuskan membeli koran atau majalah, bahkan berlangganan websitenya. Bahkan kelak, keinginan menekuni dan piawai dalam ilmu pengetahuan tertentu, tak lagi harus kuliah ke kampus perguruan-perguruan tinggi. Maka suatu saat nanti, mentaati negara dan pemerintah yang korup pun bisa jadi sebuah pilihan. Bukan keterpaksaan yang harus dituruti begitu saja.

Fenomena crypto-currency atau bitcoin --- sistem nilai tukar digital yang berfungsi global tanpa negara (stateless) --- adalah salah satu pertanda nyata yang sebaiknya tidak dipandang sebelah mata.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun