+++
Dari sudut pandang pemahaman di atas, Negara dan perangkat kekuasaan yang diamanahkan mestinya sigap merangkul terjangan Revolusi Budaya Digital itu. Mendaya-gunakannya untuk segala kemungkinan yang semula tak mungkin mereka lakoni. Bukan mengasingkan diri dan memusuhinya.
Kehadiran berbagai hal yang berbau 'online' telah menyajikan kasus-kasus nyata yang menarik dicermati. Lihatlah sejumlah 'pahala pemberdayaan' yang telah dilakoninya. Justru terhadap hal yang menjadi bagian dari tugas pokok dan tanggung jawab yang semestinya diperankan oleh Negara. Mulai dari lapangan kerja yang terbangkitkan ketika gelombang pengangguran sedang meningkat; ragam sektor perdagangan yang terpicu walau perekonomian makro sedang terpuruk; gairah kemitraan yang justru berkembang diantara penguasa kapital dengan berbagai usaha kecil dan menengah; hingga berbagai peluang pemberdayaan tertib administrasi yang selama ini tak tertangani oleh kekuasaan Negara.
Seluruh rincian dari himbauan dan pemikiran tentang bagaimana seyagyanya Negara dan kekuasaan bersikap, telah pernah disampaikan pada tanggal 26-3-2017 melalui artikel yang cukup panjang tapi cukup komprehensif yang berjudul "Pemberdayaan Upah Minimum, Instrumen Pajak, dan Angkot 'Online', Mengapa Tidak?" dan saya lampirkan di sini.
Bacalah!
Tapi untuk dapat memahaminya, mohon berkenan untuk bersikap terbuka dan berfikiran jauh ke depan. Sebab kita sedang membicarakan Indonesia. Bukan kekuasaan -- atau mungkin beban -- yang hanya berusia beberapa tahun sesuai dengan masa jabatan Anda masing-masing.
Jilal Mardhani, 12 Oktober 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H