326 orang 'teman' dan 'temannya-teman' saya menanggapi 12 pertanyaan yang saya ajukan. Mini Survey yang tentunya sangat subyektif dan tidak dapat digeneralisasi sebagai pendapat umum.
70% diantara mereka berusia 40 tahun ke atas. Artinya sudah memiliki hak pilih sejak Pemilihan Umum 1997 berlangsung yang kemudian diikuti oleh Gerakan Reformasi 1998 dan penyelenggaraan ulang Pemilihan Umum setahun kemudian (1999).
3/4 diantara 'teman' dan 'temannya-teman'saya tersebut berprofesi sebagai karyawan swasta, profesional yang bekerja di bidang-bidang keahlian khusus, dan pengusaha (wiraswasta0. Mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat yang menjadi tumpuan pendapatan negara hari ini dan masa depan karena sebagian besar anggaran pendapatan kita diharapkan dari pajak.
2/3 diantara '
teman' dan '
temannya-teman' saya yang terlibat pada
survey ini adalah
pria, sisanya
1/3 adalah
wanita.
Jika diperhatikan sesuai profesi mereka masing-masing, rata-rata pengeluaran per bulan (expenditure) 'teman' maupun 'temannya-teman' saya yang berstatus Pegawai Negerilebih besar dibanding Profesional, Karyawan Swasta maupun Pengusaha (wiraswasta). Hal ini sedikit-banyak menggambarkan kesejahteraan mereka yang bekerja di sektor Pemerintah lebih baik dibanding sektor swasta. Rata-rata pengeluaran mereka berada pada posisi kedua tertinggi, hanya dikalahkan oleh Ibu Rumah Tangga.
Kelompok profesi terbanyak adalah '
Profesional' (31%). Termasuk di dalam kelompok ini '
teman' maupun '
temannya-teman' saya yang berprofesi sebagai pengacara, dokter, pekerja seni, arsitek, dan konsultan.
18% tanggapan berasal dari kelompok umur 17-25 tahun, yaitu bagian dari generasi yang baru sekali atau belum pernah sama sekali mengikuti Pemilihan Umum.
Sesuai dengan jenis profesi-nya, usia rata-rata tertinggi pada kelompok 'Pensiunan' (60 tahun) sedangkan yang terendah adalah 'Mahasiswa' (21 tahun) maupun 'Pengangguran', yaitu mereka yang hari ini telah lulus kuliah tapi belum mendapatkan kesempatan kerja (23 tahun).
Sangat menarik karena
87% diantara mereka menyatakan
tidak efektif terwakili oleh anggota
DPR/
DPRD yang ada sekarang. Dari sisi usia, '
teman' maupun '
temannya-teman' saya yang berumur
25 tahun ke bawah, ragu berpendapat sehingga
tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan. Begitu pula mereka yang berprofesi sebagai
Mahasiswa ataupun
Non-Job. Hampir setengah diantaranya menyatakan
Tidak Tahu.
Selebihnya, mereka hampir semua menyatakan tidak efektif terwakili, termasuk kelompok Pegawai Negeri.
Semakin tua usia mereka maka semakin banyak yang menyatakan '
perlu dicari maupun dikembangkan' sistem perwakilan rakyat yang lebih sesuai dibanding yang sekarang. Sementara tanggapan terbanyak yang '
tidak setuju' ataupun '
tidak tahu' dengan pernyataan yang disampaikan merupakan mereka yang berasal dari kelompok profesi
Mahasiswa dan
Non-Job (Pengangguran).
Mereka yang '
setuju' terhadap wacana
pembubaran DPR/DPRD meningkat tajam sejalan dengan pertambahan
usia. Jumlah yang '
ragu' ataupun '
menolak' wacana tersebut, kurang lebih setengahnya.
Lebih dari
80% menyatakan kekisruhan yang terjadi hari ini terkait
sepak-terjang pada wakil rakyat di DPR maupun DPRD. Angka tersebut turun drastis pada mereka yang berprofesi sebagai
Mahasiswa,
Pengangguran, dan
Pensiunan.
Hampir
60%tidak percaya Indonesia akan lebih baik jika kita masih menggunakan sistem perwakilan yang lama.
73% dari mereka yang menyatakan
tidak '
merasa efektif terwakili oleh anggota DPR/DPRD sekarang'. Mereka juga menyatakan
perlu '
dicari / dikembangkan sistem perwakilan rakyat lain yang lebih sesuai dengan keindonesiaan kita'. Sementara
2/3 dari mereka yang merasa sudah '
efektif terwakili oleh anggota DPR/DPRD sekarang'-pun ternyata
setuju untuk '
mencari /mengembangkan sistem perwakilan' yang baru.
Dengan kata lain, soal sistem perwakilan rakyat yang lebih sesuai dengan keindonesiaan kita ternyata didambakan hampir merata oleh 'teman' maupun 'temannya-teman' saya.
Lebih
setengah dari mereka menyatakan tidak efektif terwakili oleh anggota DPR/DPRD sekarang (87%) juga menyatakan Indonesia akan lebih baik jika lembaga legislatif itu dibekukan sementara (
55%). Sebaliknya,
2/3 dari yang menyatakan sudah efektif terwakili,
tidak setuju jika lembaga DPR/DPRD dibekukan.
Baik yang merasa terwakili maupun tidak terwakili secara efektif oleh anggota DPR/DPRD sekarang,
keduanya sependapat (
66% dan
86%) bahwa sepak terjang wakil rakyat yang duduk sebagai badan legislatif sekarang
biang kerok berbagai '
kekisruhan' yang kita hadapi.
Mereka yang sudah merasa terwakili umumnya
optimis jika Indonesia
akan lebih baik meski menggunakan sistem perwakilan seperti yang berlaku sekarang.
Sebaliknya,
59% dari yang merasa tidak terwakili, tak yakin Indonesia lebih baik jika masih menggunakan sistem perwakilan yang ada.
2/3 dari
69% yang menyatakan
perlu dicari/dikembangkan sistem perwakilan yang lebih sesuai dengan keindonesiaan kita,
setujupembekuan DPR/DPRD hari ini akan lebih baik Indonesia.
Sebaliknya, 83% dari 22% yang merasa tak perlu mencari/mengembangkan sistem perwakilan baru, menyatakan pembekuan DPR/DPRD tidak membuat Indonesia lebih baik..
Pernyataan 'sepak terjang anggota DPR/DPRD hari ini sebagai biang kekisruhan hari ini' ternyata
disetujui oleh mereka yang menyatakan
perlu maupun
tidak perlu dikembangkan sistem perwakilan baru yang lebih sesuai dengan keindonesiaan kita (88% dan 71%). Bahkan bagi mereka yang
lebih dari setengah menyatakan tak tahu (bingung),
sependapat jika sepak terjang anggota DPR/DPRD hari ini sebagai biang berbagai kekisruhan.
70% dari
69% yang menyatakan
setuju untuk '
mencari/mengembangkan sistem perwakilan rakyat yang lebih sesuai dengan keindonesiaan kita'
konsisten menyatakan Indonesia
tidak akan lebih baik jika
tetap menggunakan sistem perwakilan yang sekarang. Demikian pula sebaliknya.
71% dari
22% yang menyatakan
tidak perlu mencari sistem baru,
optimis bahwa Indonesia akan lebih baik meski menggunakan sistem perwakilan yang berlaku sekarang.
Baik yang menyatakan '
pembekuan DPR/DPRD akan menyebabkan Indonesia lebih baik' (
50%) maupun
tidak (
33%),
sama-sama sependapat '
kekisruhan yang kita hadapi hari ini adalah merupakan sepak terjang para wakil rakyat yang duduk di sana' (
98% dan
74%)
Mereka yang menyatakan Indonesia lebih baik jika DPR/DPRD
dibekukan (
50%)
tidak yakin negeri ini lebih baik jika tetap menggunakan sistem perwakilan seperti sekarang. Sementara
33% yang
tidak sependapat untuk membekukan DPR/DPRD
yakin Indonesia lebih baik jika tetap menggunakan sistem perwakilan sekarang.
Baik yang
setuju,
tidak setuju, ataupun
tidak tahu bahwa '
sepak terjang anggota DPR/DPRD terkait dengan kekisruhan yang kita hadapi hari ini', sekitar
setengahnya menyatakan Indonesia
tidak akan lebih baik jika tetap menggunakan sistem perwakilan yang ada.
Mereka yang menyatakan Indonesia
lebih baik jika tetap menggunakan sistem perwakilan yang berlaku sekarang
tak sampai 30% sementara yang
tidak56% dan yang
tidak-tahu16 persen.
Secara keseluruhan '
teman' maupun '
temannya-teman' saya
hampir semuanya menyatakan merasa
tak efektif diwakili oleh anggota DPR/DPRD sekarang. Mereka juga
merasa perlumencari/mengembangkan sistem perwakilan yang keindonesiaannya lebih sesuai. Walaupun tidak seluruhnya, jumlah yang
sependapat untukmembekukan DPR/DPRD cukup significant (
50%).
Mengenai kekisruhan hari ini, 82% setuju jika penyebabnya terkait sepak-terjang anggota DPR/DPRD sekarang. Lebih dari setengah yang tidak yakin Indonesia lebih baik jika masih menggunakan sistem perwakilan sekarang.
Jilal Mardhani, 5-9-2017
Catatan :
Survey dilaksanakan pada tanggal 22-26 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Politik Selengkapnya