Pertanyaannya, hal apa yang sudah dan akan kita miliki sehingga merdeka 'memaksakan' kehendak demi kepentingan bangsa dan negara ketika permasalahan serupa (kelak) kita hadapi?
Negosiasi alot yang masih berlangsung dalam kasus Freeport adalah salah satu contohnya. Begitu pula dengan segala 'keajaiban' yang menyertai persalinan Meikarta, kota baru gigantis yang terang-terangan memetik manfaat sejumlah proyek infrastuktur 'penting' yang sekarang sedang mati-matian diupayakan Indonesia.
Ketika anak usaha group Lippo itu sumringah menjanjikan (memasarkan) kehebatan dan keistimewaan hunian ultra modern berbiaya hampir 300,triliun rupiah tersebut -- konon telah disambut ribuan konsumen -- Indonesia masih tertatih dengan rencana-rencana skema membiayai infrastruktur yang mendukung mereka.
Jadi, pembangunan infrastruktur yang sesungguhnya memang sudah sangat terlambat itu -- karena ketidak mampuan pemerintahan sebelumnya -- tetap perlu. Sebagai stimulasi kelesuan hari ini sekaligus persiapan kebangkitan masa depan.
Tapi jauh lebih perlu mempersiapkan antisipasi untuk memanfaatkan dan mendaya-gunakannya. Hal tersebut adalah pekerjaan jauh lebih besar dan kompleks yang sesungguhnya. Perencanaan yang komprehensif dan terintegrasi mulai dari yang paling mendasar.
Jilal Mardhani, 7-8-2017
(catatan menjelang peringatan hari kemerdekaan 'kita' yang ke 72)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H