Vox populi, vox Dei!
+++
Hampir setiap daerah --setidaknya pada masing-masing ibu kota propinsi-- memiliki dewan kesenian. Mestinya, kepada mereka yang menjabat di sana pertanyaan yang disampaikan tadi diajukan. Tapi karena irisan media dan dunia hiburan pada wilayah seni-budaya mestinya cukup tebal, maka topik itu tentu menarik untuk kami bicarakan sambil menikmati pisang goreng.
Seandainya lembaga negara terkait mau dan mampu melakoni tugas pokok dan fungsinya maka anggota komite musik dewan-dewan kesenian setiap daerah mungkin akan berkongres secara berkala untuk membicarakan gagasan-gagasan yang menggali dan mengembangkan kreativitas maupun inovasi terhadap kekayaan seni musik daerah yang kita miliki. Bukan sekedar jadi aksesori eksotis yang diselipkan pada hingar-bingar modernitas impor. Tapi menjadi bagian penting dari tren progresifitas dunia seni dan industri musik global.
Seandainya lembaga negara terkait mau dan mampu melakoni tugas pokok dan fungsinya maka mungkin akan terbetik dalam angan para pakar seni musik tradisional, modern, dan kontemporer kita untuk memfasilitasi Rembug Nasional sehingga lahir konsep-konsep musik daerah masa kini yang berterima dan digemari masyarakat luas.
Pernahkah terbayang bagaimana ledakan daya kreasi yang akan terjadi ketika seniman seperti Rizaldi Siagian (Sumatera Utara) berkolaborasi dengan Endo Suanda (Jawa Barat), Dian HP (komposer), dan Melly Goeslow atau Bebi Romeo (pencipta lagu)?
Seandainya lembaga terkait mau dan mampu melakoni tugas pokok dan fungsinya maka media pertelevisian kita akan saling berlomba untuk menampilan karya-karya terobosan seni dan budaya musik kita yang tak sekedar berkarakter tapi juga kaya inspirasi tentang Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi kebanggaan bangsa pada pentas global.
Seandainya lembaga terkait mau dan mampu melakoni tugas pokok dan fungsinya, mungkin lebih banyak Addie MS dan Twilite Orchestra baru yang sibuk menjadwal pagelaran untuk menampilkan karya-karya seni musik Pancasila yang tak ada duanya dan mendunia.
+++
Membangun bangsa -- terutama tentang mental, prilaku, dan peradaban yang diagungkannya -- tak cukup pada urusan perut dan bangunan-bangunan fisik semata. Seni dan budaya adalah perangkat penting yang memang terabaikan ketika kita semua patuh pada demokrasi liberalisme dan kapitalisme yang salah kaprah hari ini.
Tak terasa sudah hampir 2 jam. Binar mata yang menyala selama ngobrol tadi perlahan meredup ketika kami berdua bangkit dan bersalaman. Biarlah kilatan liar yang terpancar dari sorot mata masing-masing istirahat sejenak, sebelum kemudian menyalang kembali pada pertemuan berikutnya.