Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Seni Musik Bhinneka Tunggal Ika

2 Agustus 2017   12:02 Diperbarui: 7 Agustus 2017   15:00 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu sore saya bertemu teman lama di salah satu kedai kopi. Kami bertukar cerita dari dulu hingga masa depan.

"Heran ya, kok rasanya ga ada lagu daerah baru yang popular? Bahkan sekedar di tingkat lokal daerahnya lho?"

Kami dulu sama-sama bekerja di industri penyiaran. Kini saya sudah tak lagi terlibat aktif di dunia profesi yang dinamis itu. Sementara teman saya masih menekuninya dan sekarang menjadi salah seorang direksi pada salah satu stasiun televisi yang ada.

+++

Siapa saja yang mencermati dunia penyiaran Indonesia --apalagi memiliki kebolehan pemahaman tentang industrinya-- kemungkinan besar akan sepakat dengan tren penurunan kualitas program tayangannya. Singkat kata, jumlah tontonan yang bermutu semakin langka. Tersingkir oleh 'agama' media itu, yaitu 'rating dan audience share'.

Rating merupakan hasil survey yang dilakukan lembaga tertentu tentang jumlah masyarakat yang menyaksikan suatu tayangan yang sedang mengudara. Diukur dalam skala waktu menit berdasarkan klasifikasi sosial-ekonomi pemirsa (kelamin, usia, pengeluaran rata-rata, dll) di beberapa kota yang dianggap mewakili Indonesia.

Sementara audience share adalah pangsa yang diraih tayangan tertentu terhadap jumlah pemirsa yang ketika itu menyaksikan televisi. Sebagai contoh, jika pada saat tertentu (katakanlah pukul 21:15) 15% pemirsa di kota A sedang menyaksikan televisi maka audience share stasiun B yang sedang menayangkan program C dan memperoleh rating 3 adalah 3/15 atau 20 persen.

Sebagai satu-satunya hal yang nyata terukur, tentu saja semua insan industri yang terlibat akan menggunakannya sebaga acuan popularitas. Angka-angka tersebut kemudian digunakan sebagai rasionalisasi 'harga per satuan waktu tayang'. Jadi, tarif iklan yang ditawarkan stasiun televisi untuk program tayangan tertentu akan didasari oleh angka itu.

Ini memang seperti soal telur dan ayam. Penurunan kualitas materi tayangan tak bisa serta merta dituding sebagai tanggung jawab para pengelola media. Sebab pada kenyataannya pemirsa juga yang memandu mereka melalui rating dan audience share.

Dengan kata lain, pokok soal yang jadi penentu kualitas tayangan adalah selera pemirsa. Stasiun televisi dan penggagas acara hanya bisa meraba-raba hal yang akan menarik perhatian mereka sehingga berminat dan suka menyaksikannya. Pengelola media tak mungkin ngotot mempertahankan hal yang baik, benar, dan seharusnya --lalu mendikte pemirsa untuk menyukai-- tanpa campur tangan 'wasit' yang arif dan bijaksana. Sang wasit adalah negara dengan segala perangkatnya, termasuk landasan hukum.

Jadi, rating dan audience share di media penyiaran televisi itu adalah cerminan utuh dari sistem demokrasi yang berlaku di negara kita saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun