Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Program Televisi yang Kosmopolis Ndeso

28 Juli 2017   01:33 Diperbarui: 6 Agustus 2017   22:40 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Antara

Swasta lain yang hadir saat itu adalah TPI. Stasiun televisi yang dikuasai perusahaan yang dimiiki anak yang lain dari Presiden Suharto. Mereka memulai debutnya dengan meminjam fasilitas TVRI sehingga tayangannya terkonsentrasi pada pagi hingga lewat tengah hari. Yaitu saat stasiun televisi pemerintah yang ditumpanginya belum memulai jam siar harian.

TPI semula memang ditujukan untuk tayangan pendidikan, format acara yang digunakan sebagai 'pembenaran' bagi lembaga swasta tersebut untuk dapat memanfaatkan fasilitas negara yang ditempatkan pada TVRI. Sesuai potensi pemirsa selama jam tayang pagi hingga siang, ceruk yang mereka sasar condong kepada masyarakat menengah-bawah. Maka setelah tayangan pendidikan di pagi hari usai, TPI kemudian mengudarakan program-program film yang berasal dari India dan hal-hal yang berbau dangdut.

Jadi kondisi pasar antara RCTI dan TPI saat itu terpisah garis imajiner yang sangat tegas: antara kelompok menengah-atas dan menengah-bawah, atau antara 'pemirsa kosmopolitan' dan 'pemirsa ndeso'.

Tapi secara cakupan siar, TPI kala itu jauh lebih beruntung dibanding RCTI. Walaupun hanya pagi hingga siang, fasiltas TVRI yang mereka manfaatkan hampir menjangkau seantero Nusantara, termasuk pedesaannya. Hanya saat lembaga penyiaran negara itu beroperasi saja (sore hingga malam), cakupan siaran mereka terbatas. Sebab harus memanfaatkan pemancar milik sendiri yang jumlahnya masih hitungan jari.

Di sisi lain, RCTI harus swadaya meluaskan wilayah siarnya dengan membangun secara bertahap stasiun-stasiun pemancar di kota-kota yang lain. Hal yang pada waktu tayang sore hingga dinihari, keunggulannya semakin lama semakin sulit dikejar TPI.

+++

Kegamangan 'memposisikan' diri di tengah pasar pemirsa mulai terjadi ketika jam siar dilakukan sejak subuh hingga dinihari, tanpa jeda. Jika sore hingga lewat tengah malam RCTI relatif tak memiliki pesaing, maka tayangan yang mengudara dari subuh hingga lewat tengah hari harus berhadapan langsung dengan TPI yang sudah terlebih dahulu unggul dan menguasai pemirsa yang tersedia di sana.

Lazimnya kalangan menengah-atas masa itu, hampir seisi rumah tangganya memiliki beragam aktivitas pada siang hingga sore. Jika bapak bekerja dan anak-anak sekolah atau kuliah, ibu-ibunya banyak yang melakukan bebagai kegiatan pribadi. Mulai dari arisan, belanja, bergosip, hingga bakti sosial. Umumnya hanya para asisten rumah-tangga alias pembantu yang tinggal di rumah.

Sementara itu, sebagian besar kelompok menengah ke bawah bekerja di sektor informal. Peluang mereka (atau setidaknya anggota keluarga lain yang tidak bekerja maupun sekolah) memanfaatkan waktu untuk menonton siaran televisi jauh lebih besar dibanding kalangan menengah atas.

Pada pasar siang hari yang demikian tentulah tayangan yang disajikan TPI yang 'ndeso' jauh lebih banyak diminati dibanding RCTI yang 'kosmopolis'. Maka pilihan jalan yang tersedia bagi RCTI untuk menyainginya dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar. Pertama, tetap bertahan pada corak dan karakter 'kosmopolis' yang diusung dengan menawarkan tayangan-tayangan 'mencerdaskan' sehingga pemirsa 'ndeso' yang berminat dapat meningkatkan seleranya seperti 'warga kosmopolitan'. Pilhan kedua, ikut nyemplung di arena permainan 'ndeso' yang sudah dikuasai TPI.

Jika disederhanakan, fokus kerja pada pilihan pertama adalah 'investasi mengembangkan pasar', sedangkan yang kedua 'berdagang praktis mengejar untung'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun