Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik

NKK/BKK, Khilafah, dan PERPU

16 Mei 2017   17:34 Diperbarui: 16 Mei 2017   17:40 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perjalanan hidup ini memang ada yang terasa semakin tak asyik. Terutama sejak penyebaran paham aliran agama di ruang-ruang publik menjadi ajang perebutan pengaruh untuk menegakkan keyakinannya sebagai yang paling benar. 

Dakwah itu perlu dan penting. 

Sebagai upaya mencerahkan hati dan fikiran yang berkabut, linglung, ataupun tersesat sehingga alpa pada kodratnya sebagai makhluk yang hidup berdampingan dengan yang lain. Mengingatkan bahwa keberadaan di dunia ini tak mungkin selamanya sehingga memastikan keberlangsung kehidupan lebih baik bagi yang kelak ditinggalkan dan meneruskan, adalah niscaya. 

Agama dan keimanan merupakan proses pemahaman spritual tentang Sang Maha Pencipta dan kefanaan ciptaan-Nya, termasuk hidup setiap insan manusia. 

Di Indonesia, penganut Islam memang yang terbanyak. Terutama di pulau Jawa dan Sumatera yang dihuni lebih dari 2 pertiga penduduknya. Tapi dakwah agama (Islam) yang sejatinya mulia, berubah menjadi petaka seperti yang kita hadapi sekarang ini. Bermula dari masa ketika Suharto dan pemerintahan Orde Baru-nya mulai menerapkan berbagai kebijakan represif.  

Seorang rekan yang mengikuti lebih dekat mengatakan sebagai Efek Gelombang Wahabi. 

Terserahlah. 

Apapun itu, bagi saya tetap menjadi penyebab perjalan hidup yang semakin tak asyik ini. Agama dan keimanan tak lagi sebagai bagian dari proses pemahaman spiritual yang sangat pribadi. 

+++

Perjalanan spiritual itu mestinya seperti ketika kita menikmati maha karya pada tetesan wine

Antara seorang penyecap (taster) dengan yang lain, keistimewaan maupun kesempurnaan warna, aroma, dan rasa seteguk wine tertentu, sesungguhnya tak pernah mungkin sama dan sebangun. Sebab, setiap manusia mengagumi dan mendayagunakan masing-masing indera pribadinya secara unik. Konsensus penilaian memang dimungkinkan. Tapi tetap tak bisa menggantikan impresi personal yang ada. Itulah sebabnya, acap dibutuhkan beberapa prasyarat dalam upacara menikmati wine : tempat yang pas, pasangan panganan yang cocok, dan teman menikmati bersama yang sepadan (Jeff Bundschu et. al., The Wine Brats’ - Guide to Living with Wine, St. Martin’s Griffin, 1999).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun